Maaf, minggu kedua Bulan Desember ini, saya ngga posting blog. Ampun!!!!Habis mau gimana lagi, sibuk nih :
1. Kecapekan habis main weekend kemarin. Antara niat dan tidak gitu. Dasar gila!
2. Tugas kuliah yang luar biasa. Tiap minggu ada paper. Cemas nih, dikerjakan semalam gitu, gimana grammar-ku coba.
3. Kecapekan kuliah juga. 5 hari seminggu dari subuh sampai isya. Super!
4. Masa iya seminggu sakit perut dua kali. Katanya sih gara-gara perubahan cuaca gitu. Malah yang terakhir sampai bolos 3 kelas. Pfyuuh.... Ngga tahu deh.
5. Pertama kalinya, seumur-umur tinggal di Warsaw bisa tidur di kelas. Untung lagi nonton film. Lampu mati, suasana hening. Saya terbang ke alam mimpi. Ya, sudahlah.
6. Ribet bikin itinerary buat liburan (yang ini lebay, padahal sampai sekarang beres juga belum).
7. MIKIRIN TESIS (Ini beneran. Sayangnya cuma dipikirin aja. Ngga dikerjain).
8. Rasanya kok tiap hari pulang malam ya? Padahal perasaan ngga ngapa-ngapain juga.
9. Kebanyakan main minesweeper dan mahjong di laptop.
10.MALAS (Alasan yang sebenarnya. Yang di atas tadi cuma pembenaran aja).
Hasilnya : Ngga berani lihat nilai yang udah keluar. Ngga berani juga donlot materi kuliah. Habis katanya obligatory reading-nya banyak gitu, nanti aku ngga bisa santai pas liburan dong. Mana ada tugas presentasi habis liburan lagi. Ngga ngerti materinya apaan, cuma tahu judulnya. Ayo kabur aja! Lebih cepat lebih baik.
Ya Tuhan, ampunilah dosa hambamu ini. Tahun depan bakalan lebih rajin lagi deh. :)
1. Kecapekan habis main weekend kemarin. Antara niat dan tidak gitu. Dasar gila!
2. Tugas kuliah yang luar biasa. Tiap minggu ada paper. Cemas nih, dikerjakan semalam gitu, gimana grammar-ku coba.
3. Kecapekan kuliah juga. 5 hari seminggu dari subuh sampai isya. Super!
4. Masa iya seminggu sakit perut dua kali. Katanya sih gara-gara perubahan cuaca gitu. Malah yang terakhir sampai bolos 3 kelas. Pfyuuh.... Ngga tahu deh.
5. Pertama kalinya, seumur-umur tinggal di Warsaw bisa tidur di kelas. Untung lagi nonton film. Lampu mati, suasana hening. Saya terbang ke alam mimpi. Ya, sudahlah.
6. Ribet bikin itinerary buat liburan (yang ini lebay, padahal sampai sekarang beres juga belum).
7. MIKIRIN TESIS (Ini beneran. Sayangnya cuma dipikirin aja. Ngga dikerjain).
8. Rasanya kok tiap hari pulang malam ya? Padahal perasaan ngga ngapa-ngapain juga.
9. Kebanyakan main minesweeper dan mahjong di laptop.
10.MALAS (Alasan yang sebenarnya. Yang di atas tadi cuma pembenaran aja).
Hasilnya : Ngga berani lihat nilai yang udah keluar. Ngga berani juga donlot materi kuliah. Habis katanya obligatory reading-nya banyak gitu, nanti aku ngga bisa santai pas liburan dong. Mana ada tugas presentasi habis liburan lagi. Ngga ngerti materinya apaan, cuma tahu judulnya. Ayo kabur aja! Lebih cepat lebih baik.
Ya Tuhan, ampunilah dosa hambamu ini. Tahun depan bakalan lebih rajin lagi deh. :)
Terlihat bedanya kan?
Beberapa waktu yang lalu, pas main sama Tyas di Zlote Tarasy, salah satu mall terbesar di Warsaw, saya mendapatkan kejutan dari seorang mbak-mbak. Pada awalnya, dia ngasih saya dan Tyas semacam sabun, sampel dari produk yang ditawarkan. Tiba-tiba si mbak ini minta saya menunjukan kuku, ya udah akhirnya saya acungkan jempol tangan kiri saya. Habis si embaknya bilang bakal menunjukan sihir gitu.
Begitu saya kasih jempol, langsung deh digosok-gosok sama semacam batu panjang gitu. Katanya sih dari laut mati. Sambil gosok-gosok kuku saya, si mbak ini bilang Abrakadabra segala. Hasilnya, kuku jempol saya jadi cantik sekali. Terlihat bedanya kan sama kuku jari yang lain? Selanjutnya bisa ditebak, si mbak ini promosi produknya dan ngasih diskon segala. Cuma 100 Zloty (sekitar 400.000 Rupiah). Wuiihhh....
Pas di konter, saya ngga minat buat beli. Namun begitu nyampe asrama dan dilihat berkali-kali, saya jadi pingin. Ya ampun, kuku saya jadi cantik banget. Jadi punya hobi baru nih, ngelus-ngelus jempol. Cantik banget. Selama beberapa hari, saya mikir beli ngga ya? Sebenarnya murah sih, tapi masa iya 400rb cuma buat kuku. tapi ya..... Pingin... pingin... pingin....
Dulu, saya bangga sama tangan saya. Beberapa teman suka bilang kedua tangan saya cocok untuk iklan sabun cuci. Yang masuk TV cuma tangannya doang. Ngga kepikiran sama sekali si bagian jempol ini bakalan menonjol cuma karena satu produk kecantikan. Gara-gara si jempol ini jadi cantik sendiri (yang lainnya engga), jari-jari yang lain jadi berasa buruk rupa. *Aduh jadi beneran pingin beli nih.
Saya jadi ingat ada satu cerita tentang lima orang sahabat. Mereka berteman selama beberapa tahun. Mereka bersahabat, tapi ternyata, jauh di dalam lubuk hati masing-masing, mereka bersaing. Mereka berusaha mengimbangi teman yang lain. Salah satu dari mereka adalah saya. Beberapa tahun yang lalu, sewaktu keempat teman-teman saya lulus satu-persatu, saya stres. Bahkan mencapai tahap depresi, insomnia dan lebih parah lagi mati rasa. Saya ngga bisa ngapa-ngapain.
Satu-persatu teman-teman saya lulus. Selanjutnya, ada yang diterima kerja PNS, beberapa lanjut S2, ada pula yang mendapatkan tawaran dosen untuk lanjut S2 dengan beasiswa. Saya ngga bisa ngapa-ngapain. Saya iri setengah mati. Saya juga bingung karena saya ngga mungkin membenci mereka. Mereka orang-orang terdekat saya. Jadi selama beberapa waktu saya menghindari mereka. Jika diajak main, saya lebih sering menolak dengan dalih,"Aku sedang meninggalkan kehidupan duniawi. Jadi kalian main sendiri saja." Padahal sejujurnya saya malu. Bahkan sampai sekarang, saya malu kalau harus membicarakan skripsi dan proses kelulusan saya. Buat saya ini aib.
Tapi ternyata, anggapan saya pada saat itu bahwa saya buruk sekali, karena saya bersama-sama dengan orang-orang yang telah lulus lebih dahulu sementara saya belum. Saya juga ngga mengurung diri di kamar terus-terusan. Saya malah akrab dengan teman-teman yang juga belum lulus (Alhamdulillah saat saya menulis ini, semuanya telah merasakan memakai toga di GSP). Saya hanya kabur karena saya merasa paling buruk rupa diantara teman-teman saya yang lain.
Lalu sekarang, apa ada diantara kita orang yang sedang melarikan diri? Jawabannya iya kan? Saya tahu beberapa orang. Salah satunya saya. Saya juga masih lari. Atau mungkin sembunyi. Iya, sekarang saya sedang lari dan sembunyi. Sembunyi dari teman-teman saya juga. Saya tidak seperti apa yang mereka sangka. Saya tidak mau mereka melihat saya yang sebenarnya buruk rupa ini. Bersama mereka, saya akan terlihat semakin buruk. Kenapa ngga menyamai mereka saja? Sayangnya, ini tidak semudah membeli gosokan kuku (kita sebut saja demikian) yang meskipun harganya mahal, namun paling tidak bisa saya beli. Tapi kalau mau lari terus, mau sampai kapan?
Ok, lupakan pertanyaan di atas. Pertanyaan yang lebih penting, "SEBAIKNYA SAYA BELI GOSOKAN KUKUNYA NGGA YA? SOALNYA NGGA ADA DI INDONESIA. MANA PRAKTIS DAN BISA DIPAKAI SHOLAT LAGI." *Galau berat.
And other reasons why it's better to stay home :
1. I have many assignments to do this week.
a. Essay for Fashion Class
b. Essay for Ethics Class
c. Movie review for Pop Class
d. Note for BBB Class
e. Presentation and essay for Love Class
2. I have to stay healthy in this crazy months. I have class everyday from morning till evening. It is impossible to import Mbah Sini, my favorite massager, here.
3. Saving enough money to do my dream next year. I have to grab something that already lost years ago. I hope I still have chance.
4. Enjoying me time in my desk, just looking at the first snow in Warsaw through the window is enough.
5. I need much time to think and writing. I look at my lists, and there are almost two pages things that have to be written this week.
* Song title by Louis Armstrong.
1. I have many assignments to do this week.
a. Essay for Fashion Class
b. Essay for Ethics Class
c. Movie review for Pop Class
d. Note for BBB Class
e. Presentation and essay for Love Class
2. I have to stay healthy in this crazy months. I have class everyday from morning till evening. It is impossible to import Mbah Sini, my favorite massager, here.
3. Saving enough money to do my dream next year. I have to grab something that already lost years ago. I hope I still have chance.
4. Enjoying me time in my desk, just looking at the first snow in Warsaw through the window is enough.
First snow in Warsaw, this years
5. I need much time to think and writing. I look at my lists, and there are almost two pages things that have to be written this week.
* Song title by Louis Armstrong.
Sabtu kemarin, saya memutuskan untuk nonton Film Rusia. Mumpung sedang ada Festival Film Rusia di Warsaw. Saya familir sih dengan film-film Iran, Korea, Jepang, Cina, atau Eropa. Rusia? Ngga ada bayangan sama sekali. Lagi pula ada yang judulnya Chernobyl gitu.
Sampai di Kinoteka, saya langsung ngacir ke stan festival. Milih film. Tiba-tiba kepikiran sesuatu yang sangat penting. Subtitle film-film-nya pake bahasa apa? Film-nya udah pasti berbahasa Rusia. Subtitle-nya? Polish kah? Habis nanya, ternyata subtitle semua film-nya Polish. Lha terus gimana nasib saya? Saya ngga ngerti Bahasa Rusia sama sekali. Polish? Dikit banget. Yah, mending pilih film lain aja deh. Jangan yang Rusia.
Tanpa mikir panjang, pilihan jatuh pada film Wenus w Futrze (Venus in Furs). Ini memang film yang rencananya mau saya tonton dalam waktu dekat ini. Saya tertarik dengan gambar pada iklan promosi film ini yang terpampang di banyak bus stop. Gambarnya sederhana, cantik, dan mengena. Yah, meski bukan favorit, nama Roman Polanski cukup mengundang saya untuk segera menyambangi bioskop.
Ini poster film Venus in Furs (source : here)
Setelah beli tiket, saya nunggu bentar sebelum pintu teater dibuka. Iseng, saya googling film ini. Kaget. Ternyata ini Film Prancis. Bahasa yang dipakai di film ini Bahasa Prancis. Subtitle? Udah pasti Polish. Yah, mari kita berharap Roman Polanski bisa menyampaikan maksud film ini lewat bahasa visual.
Begitu film sudah mulai, firasat buruk datang. Ini kok latar tempatnya di gedung pertunjukan gini. Mana ada panggung besar yang kayaknya settingnya bisa diubah-ubah gitu. Jangan-jangan ini tipe film yang menonjol di script dan isinya percakapan antara dua orang gitu. Mana pemainnya ngga ada yang kenal lagi. Lha berarti saya ngga bakalan mudheng sama sekali dong? Gimana ini?
Dugaan saya benar. Latar tempat film ini ngga berubah dari awal sampai akhir. Jika di film lainnya biasanya ada figuran, di film ini sama sekali ngga ada. Benar-benar cuma dua orang itu dari awal sampai akhir. Agak gondok juga sih karena penonton yang lain pada asyik ketawa-ketawa gitu, saya cuma bisa mikir, 'ini ngomongin apa sih?', 'wah visual cues yang dipakai di scene ini tuh human movement, cahaya, dan social cues. Roman Polanski menggunakan top down dan bottom up faktor untuk menarik perhatian penonton.'. Ini sih kuliah. Ini juga sama kayak praktikum Observasi jaman S1 dulu. Untung lah aktor dan aktrisnya keren, jadi saya ngga kesulitan mengartikan ekspresi muka dan bahasa tubuh mereka. Dan saya juga bisa menangkap komedi visual dari beberapa scene. Untung lah.
Saya ngga begitu jelas ceritanya gimana. Saya juga ngga berniat untuk mencari review atau sinopsis ceritanya dulu karena saya ingin menguji apakah dugaan saya benar atau tidak. Kalo ternyata ceritanya berbeda ya berarti saya kreatif sekali kan? Bisa juga berarti aspek visual saja tidak cukup untuk menangkap apa yang diinginkan oleh sutradara.
Berdasarkan observasi saya, ceritanya tentang seorang aktris yang ikut audisi ke sebuah teater gitu. Sepertinya sih dia terlambat, karena (kita sebut saja sebagai pimpinan teater) pimpinan teater sudah berniat pulang. Tapi si aktris ini memaksa untuk ikut audisi drama Venus in Furs. Terpaksa, si pimpinan teater akhirnya bersedia dan ternyata si aktris ini sangat brillian. Lalu entah kenapa, mereka berdua masuk ke dalam cerita. Bahkan si pimpinan teater sampai mau diikat segala macam dan ditinggalkan begitu saja di akhir film.
Secara umum, filmnya ok. Saya ngga nyesel sih udah nonton. Di awal sempat kepikiran kenapa ya film ini ngga tayang di Indonesia. Tapi kalo emang tayang juga kayaknya bakalan abis kena sensor. Yah, jangan-jangan malah ntar film-nya tinggal 30 menit doang. Wahahahhaa..... Ngga tahu deh.
Dari International Conference on International Relation, Mampir ke Sidoarjo, Sampai Dikejar Rombongan Zombi di atas Jembatan di Sungai Vistula
By Miss Rain - 18.53
Di suatu Hari Sabtu pagi yang cerah, saya dan Kinan, teman satu asrama yang juga anak EM dari Indonesia memutuskan untuk hadir di konferensi HI. Berhubung tema pas waktu itu lingkungan, jadi berangkat lah kami. Kami cuma tahu lokasi konferensinya di Ul. Dobra. Berbekal petunjuk jakdojade, kami pun naik bis dan turun di Dobra. Ternyata oh ternyata, lokasi konferensi ada pas di depan pemberhentian bus sebelumnya. Jadi lah kami berdua jalan kaki balik. Apalagi kaki Kinan yang masih sakit akibat kecelakaan motor di Yogyakarta setahun yang lalu. Jadi lah kami jalan lumayan jauh. Saat itu lah kami melihat bangunan main library UW yang bagus banget. Lokasi konferensi persis di depan bangunan perpustakaan itu. Gedung konferensinya cukup modern minimalis. Ruang konferensinya pun kecil. Tapi sayang oh sayang, kami berdua tidak diperkenankan masuk karena diskusi hari itu tertutup dan hanya diperuntukan untuk peserta konferensi. Kami datang karena pada hari pertama, mahasiswa UW bisa turut serta menghadiri konferensi itu.
Main Library UW yang mengingatkan saya pada Ciwalk
Habis ditolak masuk, kami memutuskan untuk naik bus apapun dan terserah sampai di mana pun. Kami punya banya waktu kok. Jadi lah kami naik bus pertama yang datang. Lumayan lah, ini pengalaman yang cukup menyenangkan. Bagaimana tidak? Kami menemukan tempat-tempat baru yang berbeda dari Warsaw yang selama ini kami kenal. Bahkan pemberhentian bus kami pun di daerah antah berantah yang suasananya mirip seperti terminal busway di Bantul, DIY. Di jalan-jalan pun kami menemukan rumah-rumah mungil yang tidak mungkin ditemukan di pusat kota Warsaw. Kami juga menemukan daerah ladang pertanian yang beberapa diisi dengan tanaman jagung. Lalu, kami juga menemukan pusat industri Warsaw. Daerah yang penuh dengan pabrik. Mirip Sidoarjo, tapi minus Lumpur Lapindo.
Saya bagi beberapa foto yang saya ambil dari dalam bus.
Ladang jagung dan rumah
Ladang jagung dan pusat industri
Gereja yang mungil dan cantik
Di akhir, kami bahkan ngga tahu lagi kami ada dimana. Berhubung bosan dengan pemandangan pabrik-pabrik (dan musnahlah anggapan kami bahwa Warsaw itu cantik dan elegan), kami memutuskan untuk kembali ke DW. Centralny, Warsaw Railway Station. Kami ada janji untuk turut serta dalam Monthly Gathering orang-orang Indonesia di Warsaw. Kami naik trem ke rumah tempat pertemuan. Berbekal jakjojade lagi, kami ngacir ke lokasi kejadian. Lagi, lagi (dan mungkin bakalan lagi) kami turun kejauhan. Jadi lah kami menyusuri jalan kami menemukan apartemen nomor 11. Kami berdua menemukan apartemen nomor 10 dan 12 yang bersebelahan. Masalahnya, tidak ada apartemen nomor 11. Di seberang jalan, sudah beda nama. Bukan jalan yang kami cari. Apalagi, orang-orang lokal yang kami tanyai juga tidak tahu keberadaan apartemen yang kami maksud. Bodohnya lagi, kami ngga tahu bakalan berkunjung ke rumah siapa, jadinya ngga bisa telepon pihak yang bersangkutan. Kami sempat berfikir ini mirip peron di Buku Harry Potter. Apartemen nomor 11 ada di antara apartemen nomor 10 dan 12. Hahahaha.....
Bingung mau gimana lagi, akhirnya kami menyusuri sepanjang jalan dan akhirnya sampai lah kami di lokasi pertemuan. Tempatnya ternyata ada di ujung jalan. Jadi kami salah turun. Harusnya kami turun di perempatan pertama, bukan yang kedua. Ini seperti naik bis nomor 7, dan harus turun di Toga Mas, tapi kamu malah turun di Pasar Demangan. Begitulah.
Pas ngumpul bareng teman-teman setanah air, senang sih. Bisa makan makanan yang udah dikangenin banget. Acaranya juga rame dan ketemu banyak teman baru. Lalu itu pertama kalinya saya nemu kucing di Polandia.
Ima, cuma dapat foto sebiji doang. Kucingnya jalan-jalan terus sih.
Rampung acara PPI, Kinan memutuskan buat ikutan acara party anak-anak ESN (Erasmus Student Network) di 1500m2 club (club ini sepertinya sangat populer, karena sering jadi rujukan tempat pesta anak2 UW. Di kemudian hari pun saya berkesempatan ke sana.). Waktu itu saya dan Kinan berhenti di atas jembatan dekat Rondho Washingtona. Berdasarkan peta, kami harus turun ke bawah jembatan. Saat itu, kami berbarengan dengan dua orang mbak-mbak yang sepertinya juga akan menghadiri party di tempat yang sama (mereka bilangnya sih gitu), tapi entah kenapa malah menghilang di tengah jalan. Atau mereka nyasar juga. Entah lah. Setelah naik turun jembatan beberapa kali dan kembali terus-terusan ke tempat semula, kami pun memutuskan pulang. Kami akhirnya berjalan di atas jembatan menuju Warsaw. Pemberhentian yang kami tuju ada persis di tengah jembatan Sungai Vistula (Wisla).
Malam itu di atas jembatan berdua saja dengan Kinan agak menyeramkan. Entah kenapa jalanan sepi sekali. Tidak ada kendaraan yang lewat. Waktu itu kami menganggap itu pemandangan yang umum terjadi tengah malam. Kami hanya bertemu dengan gerombolan orang-orang mabuk yang nari-nari di depan kami. Kami syok. Mau lari juga ngga mungkin, apalagi mereka bawa minuman keras gitu. Untung lah mereka segera pergi.
Sekitar 15 menit kemudian, kami ngga sengaja menengok ke belakang. Dari arah belakang yang tadinya sunyi dan sepi sendiri, tiba-tiba muncul gerombolan orang. Bukan hanya geromblan. Tapi ada sekitar orang yang berjalan ke arah kami. Semuanya berpakaian hitam-hitam, berjalan bersama-sama, dan seolah-olah tiada akhir. Kami kaget sekali. Saya coba teriak, "Kinan, lihat belakang! Siapa orang-orang itu? Tadi mereka ngga ada kan? Kita dikejar zombie! Kinan, kita dikejar zombie. Mereka zombie kan? Jalannya sama gitu. Bajunya juga hitam-hitam gitu. Kalo kita dibunuh piye? Ayo lari!!!!!" Saya panik luar biasa. "Mbak, aku ngga bisa lari e. Ya udah, kalo emang dibunuh ya terpaksa aku harus menyerahkan diri." Kinan juga mulai jalan cepet.
Begini suasananya :
Dari sepi begini
Jadi muncul ribuan orang semacam ini
Berhubung jalan kami lambat (dibandingkan kumpulan zombie itu), kami pun tersusul oleh mereka. Awalnya takut banget. Tapi setelah beberapa orang sudah melewati kami dan kami yakin bahwa mereka manusia, kami mulai tenang dan mulai memikirkan analisis selanjutnya. "Mereka ini orang-orang dari Praga (daerah sebelah timur Sungai Vistula) yang boyongan ke Warsaw ya? Kenapa? Apa ada gempa di Praga? Atau Praga sudah terkontaminasi suatu zat berbahaya, sehingga orang-orang pada pindah ke barat? Ledakan raktor nukli? Poland punya nuklir ngga sih?" Analisis mulai aneh-aneh. Saya pun bertanya pada seorang ibu yang berjalan cepat. Jawabannya cuma, "We live in Warsaw." Haaahhhhh? Kami bingung. Iya, saya juga tinggal di Warsaw terus apa masalahnya?
Tiba di ujung jembatan kami melihat para polisi mengamankan jalan. Ada pula ambulan. Bis dan trem yang lewat jalan itu tidak beroperasi sama sekali. Saya menyimpulkan ada kecelakaan. Jadi jalur dialihkan. Rombongan orang itu adalah orang-orang yang menunggu trem yang karena jalurnya dialihkan atau tidak beroperasi, terpaksa jalan kaki. Kinan lain, dia memutuskan bertanya pada polisi. Jawabannya, "Orang-orang itu baru pulang menonton air gear dari Inggris yang diadakan di Stadium Narodowe." Oalah... pantes banyak amat. Orang satu stadion masuk jembatan semua.
Jadi lah kami berdua meneruskan jalan ke Foksal, dekat Centrum, pemberhentian bus terdekat dari situ. Saat itu lah, dikawasan Nowy Swiat, kami melihat banyak anak-anak muda Warsaw yang sedang berpesta. Bar dan kafe penuh. Bahkan jalanan pun penuh. Suasananya ramai sekali. Apa karena malam minggu ya? Atau malam minggu terakhir sebelum masuk kuliah kembali? Entah lah. Beberapa kali, kami bahkan menemukan beberapa limousin yang berhenti di jalanan Warsaw. Sepertinya, malam itu, semua orang di Warsaw keluar untuk pesta.
Entah kenapa jalanan ini penuh orang
Salah satu limousin yang berhasil kefoto
Jadi meskipun malam itu saya ngga pernah nyampe ke club-nya, tapi lumayan lah merayakan suasana malam Warsaw. Deg-degannya itu lho!
Warsawa sudah masuk musim gugur. Namun kok ya saya belum cerita bagaimana indahnya Warsaw pas saya pertama kali datang ke sini. Semoga ini belum terlambat.
Saya pernah cerita kan betapa ribetnya saya pas hari pertama datang ke sini. Di tengah keribetan seperti itu saja saya berfikir bahwa Warsaw ini cantik sekali (iya tahu, waktu itu hujan dan seringnya hujan mengacaukan otak). Waktu itu, saya berfikir Warsaw itu seperti gadis jelita yang rupawan namun malu-malu. Dia akan menundukan wajahnya saat bertemu pandang dengan orang. (Iya, beneran. Saya sudah cek ke beberapa teman, buat mereka, Warsaw memang gadis jelita yang malu-malu).
Jalan dekat kampus
Palac Kultur i Nauki
Pemandangan depan gerbang kampus (waktu itu sedang ada demo buruh)
Pertunjukan drama di pinggir jalan oleh mahasiswa Studi Humaniora
Istana Presiden
Warsaw di waktu malam (sebenarnya ini depan kampus)
Depan kampus waktu siang
Sepeda yang disewakan di Warsaw
Langit yang entah kenapa saat itu biru banget
Konser Chopin di Lazienki Park
Lupa ini di mana
"Kita ngga bisa lho terus-terusan cuma mengejar apa yang kita sukai. Kita ngga bisa lho berharap melakukan apa yang kita suka. Kita sudah dewasa. Kita harus melihat realita. Kita ngga bisa main-main terus. Jadi meski ngga menyenangkan, kadang kita mesti melakukan apa yang memang seharusnya kita lakukan, bukan apa yang kita suka saja."
Seorang sahabat pernah berkata seperti itu kepada saya, beberapa tahun yang lalu. Saya lupa situasi dan kondisi kenapa sahabat saya sampai berkata seperti itu. Tapi saya ingat jelas kata-kata itu. Iya sih, dia benar. Tapi saya juga ingat kata-kata (entah Einstein atau Da Vinci) bahwa orang yang paling bahagia ialah orang yang mendapatkan uang dari apa yang dia sukai dan menghabiskan uang untuk apa yang dia sukai. Lha jadi saya harus terus mengejar apa yang saya sukai atau ngga?
Jawaban saya jelas dan tegas sih. Saya akan mengejar apa yang saya suka. Kenapa? Bukan karena Einstein, Da Vinci, atau orang lain, tapi demi saya sendiri. Saya punya penyesalan pribadi yang cukup besar. Meski saya sering bilang, ini sudah takdir saya. Kalau saya tidak begini, saya ngga akan mungkin bertemu dengan sahabat-sahabat saya, mengalami banyak hal menyenangkan. Tapi kadang saya juga berfikir, bagaimana kira-kira hidup saya kalau saja pada waktu itu saya berani sedikit lebih ngotot. Kalau saja saya berhasil menyingkirkan rasa takut yang datang. Hidup saya pasti akan sangat berbeda sekali. Itulah kenapa saya selalu harus memperjuangkan apa yang saya yakini, paling tidak sekali. Jadi, di masa depan, saya bisa menertawakan semua kebodohan dan kegagalan saya, bukannya menyesali hal-hal yang tidak saya lakukan.
Idealnya sih begitu. Tapi ternyata masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Saya sendiri bingung dengan apa yang suka. Apa yang saya suka sih sebenarnya? Ngga tahu. Apakah tidak masalah jika saya mencoba banyak hal baru setelah itu memutuskan suka atau tidaknya? Buang waktu ngga sih?
Dulu, saya berfikir karena saya peduli dengan lingkungan, maka saya pasti bisa dan suka jika belajar tentang lingkungan. Setelah satu tahun, iya sih saya suka, tapi ternyata tidak semuanya saya suka. Ada beberapa hal yang membuat saya super bingung bahkan sakit hati. Suka saja tidak cukup. Lalu saya mencoba realistis. Oke, saya jalani. Tapi apa benar ini yang saya inginkan?
Saya bingung lagi. Demi mencari tahu, saya mendaftar program Psikologi di Uniwersytet Warszawski, saya diterima dengan beasiswa Erasmus Mundus. Setelah sampai di sini pun ternyata saya juga tak kunjung menemukan apa yang benar-benar saya suka dan ingin saya lakukan. Lagi-lagi saya bingung. Saya memilih mata kuliah hanya berdasarkan apa yang saya suka. Apakah saya masih bermain-main sekarang?
Ini mata kuliah yang saya ambil untuk semester ini :
1. Biological Bases Behavior (4 ECTS)
2. Fashion, Beauty, and Fame - the Psychology of Being Fabulous (1 ECTS)
3. Professional Ethics in Applied and Experimental Psychology (4 ECTS)
4. Psychology and Popular Culture (4 ECTS)
5. Psychology of Love (3 ECTS)
6. Psychology of Religion (2 ECTS)
7. Social Dilemma and Justice (4 ECTS)
8. Visual Percetion of Film and Media (3 ECTS)
9. Energy Security : Main Challenges for Poland and Europe (4 ECTS)
10.Tango Argentynskie (0,5 ECTS)
11. Balroom Dancing (0,5 ECTS)
Iya sih kalau melihat mata kuliah yang memang random banget gitu, kelihatannya memang saya main-main. Tapi kalau melihat bahwa saya mengambil full 30 ECTS dan 11 mata kuliah, itu jelas ngga main-main. Rata-rata, anak-anak Erasmus hanya mengambil 6-7 mata kuliah karena mereka full time traveller and part time student. Dan lagi, saya memang niat buat serius kuliah kok. Iya sih, saya sudah merencanakan banyak travelling. Tapi saya bertekad ngga akan bolos kuliah. Saya hanya akan jalan-jalan saat libur. Untunglah jadwal kuliah saya lumayan aneh. Karena jurusan psikologi di sini sudah internasional, jadi banyak dosen-dosen dari universitas lain di Eropa yang mengajar. Akibatnya, jadwal kuliah saya sangat aneh. Saya hanya kuliah 3 hari untuk Bulan Oktober ini. Untuk Bulan Desember - Januari, saya akan kuliah setiap hari dari pagi sampai malam. Gila memang.
Nah, meski niat serius, sebenarnya saya bingung juga bagaimana saya mempertanggung jawabkan mata kuliah yang saya ambil itu. Misalnya saja kepada koordinator home atau host university, EU yang ngasih duwit, atau Tuhan. Gimana ya? Random gitu sih. Tiba-tiba aja saya kepikiran adegan pada saat saya mempertanggung jawabkan mata kuliah yang saya ambil.
Pelaku : T - entah siapa, bisa koordinator, pihak dari EU, atau siapa pun.
K- saya
Lokasi : Ruang kerja T
Setting : T dan K duduk berhadapan.
T : Wah kamu ngambil banyak mata kuliah ya?
K : Iya.
T : Kamu ngambil tango dan balroom dance ya?
K : Ah, itu bagian dari Physical Education. Sejak dulu saya ingin menari, jadi selagi ada kesempatan, saya ambil saja.
T : Ok. Kamu ngambil Energy Security juga ya?
K : Iya, Itu kan sesuai dengan bidang saya, lingkungan. Itu kan studi saya di Indonesia.
T : Social dilemma and justice?
K : Itu sangat terkait dengan lingkungan. Kadang kala masalah lingkungan itu menjadi dilema di masyarakat. Misalnya saya mengenai common property right.
T : Kamu ngambil etika eksperimen juga ya? Kenapa? Bukan ambil yang kuantitatif atau kualitatif saja?
K : Karena bisa jadi penelitian saja eksperimen dengan subjek manusia. Jadi saya harus belajar eksperimen juga. Saya juga mempelajari Biological Bases Behavior karena ternyata banyak perilaku kita yang dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis. (agak bingung karena sepertinya ngga nyambung).
T : (mengerutkan kening) Psychology and Popular Culture?
K : Ehmmm..... (bingung) Saya pikir kita mempelajari lingkungan juga harus mempelajari popular culture. Bukan hanya mempelajari budaya masyarakat di remote area yang masih dekat dengan alam saja. (ngga yakin).
T : The Psychology of Being Fabulous?
K : Mata kuliah itu mempelajari fashion juga. Saya pikir, industri kecantikan, fashion, dan sejenislah yang kadang kala mengorbankan lingkungan. (jawaban mulai random dan menyimpang).
T : Psychology of Religion?
K : (Garuk-garuk kepala) Saya berfikir mungkin faktor religius bisa membantu masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan.
T : Visual Perception of Film and Media?
K : Mungkin pendekatan menggunakan film bisa lebih efektif untuk kampanye lingkungan.
T : Maksudnya kamu mau bikin film tentang lingkungan?
K : Ehh, ngga juga sih. (panik banget)
T : Psychology of Love?
K : Waduh.... (ngga tahu mesti ngomong apa)
T : Hah? (mulai mengintimidasi)
K : Ehmmmm...... Ngga tahu. Kayaknya bagus. (dilempar asbak)
Yah, meski mata kuliah saya random banget, tapi percayalah, mata kuliah-mata kuliah itu memang apa yang saya butuhkan. Biological Bases Behavioral misalnya, ini materi yang benar-benar ingin saya pelajari saat S1 namun agak tidak kesampaian. Materi ini penting karena membahas bagaimana otak manusia berfungsi dan pengaruh faktor lingkungan dan genetik terhadapnya. Lalu Psychology of Religion dan Psychology of Love semoga mendewasakan saya dan juga membantu saya dalam melakukan tugas-tugas perkembangan saya. Percaya lah. Meski terkesan random dan main-main. Kuliah saya akan berguna untuk saya, meski pun juga saya tidak mampu menjelaskan alasan kenapa mata kuliah tersebut saya ambil. Saya punya alasan kok. Meski pun menyimpang dari bidang ilmu saya. Ini akan membantu saya tumbuh. Semoga ya?
Ngomong-ngomong saya juga ngga terlalu random atau ngawur banget kok. Buktinya, saya ngga jadi ngambil belly dance tuh. Saya nyadar kok kalo perut saya gendut. ;)
Selanjutnya, saya harus rileks dan tidak terlalu serius dengan hidup saya. Susah sih. Tapi karena teman-teman saya banyak yang ngomong kalo saya terlalu serius. Bahkan pasangan tango saya (yang baru sekali ketemu saya) bilang saya terlalu serius dan sering bilang, "You have to relax. You hold my hand too tight." Ups... sorry. T_T (jadi mikir harusnya saya ikut kelas yoga saja.)
K : Iya.
T : Kamu ngambil tango dan balroom dance ya?
K : Ah, itu bagian dari Physical Education. Sejak dulu saya ingin menari, jadi selagi ada kesempatan, saya ambil saja.
T : Ok. Kamu ngambil Energy Security juga ya?
K : Iya, Itu kan sesuai dengan bidang saya, lingkungan. Itu kan studi saya di Indonesia.
T : Social dilemma and justice?
K : Itu sangat terkait dengan lingkungan. Kadang kala masalah lingkungan itu menjadi dilema di masyarakat. Misalnya saya mengenai common property right.
T : Kamu ngambil etika eksperimen juga ya? Kenapa? Bukan ambil yang kuantitatif atau kualitatif saja?
K : Karena bisa jadi penelitian saja eksperimen dengan subjek manusia. Jadi saya harus belajar eksperimen juga. Saya juga mempelajari Biological Bases Behavior karena ternyata banyak perilaku kita yang dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis. (agak bingung karena sepertinya ngga nyambung).
T : (mengerutkan kening) Psychology and Popular Culture?
K : Ehmmm..... (bingung) Saya pikir kita mempelajari lingkungan juga harus mempelajari popular culture. Bukan hanya mempelajari budaya masyarakat di remote area yang masih dekat dengan alam saja. (ngga yakin).
T : The Psychology of Being Fabulous?
K : Mata kuliah itu mempelajari fashion juga. Saya pikir, industri kecantikan, fashion, dan sejenislah yang kadang kala mengorbankan lingkungan. (jawaban mulai random dan menyimpang).
T : Psychology of Religion?
K : (Garuk-garuk kepala) Saya berfikir mungkin faktor religius bisa membantu masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan.
T : Visual Perception of Film and Media?
K : Mungkin pendekatan menggunakan film bisa lebih efektif untuk kampanye lingkungan.
T : Maksudnya kamu mau bikin film tentang lingkungan?
K : Ehh, ngga juga sih. (panik banget)
T : Psychology of Love?
K : Waduh.... (ngga tahu mesti ngomong apa)
T : Hah? (mulai mengintimidasi)
K : Ehmmmm...... Ngga tahu. Kayaknya bagus. (dilempar asbak)
Yah, meski mata kuliah saya random banget, tapi percayalah, mata kuliah-mata kuliah itu memang apa yang saya butuhkan. Biological Bases Behavioral misalnya, ini materi yang benar-benar ingin saya pelajari saat S1 namun agak tidak kesampaian. Materi ini penting karena membahas bagaimana otak manusia berfungsi dan pengaruh faktor lingkungan dan genetik terhadapnya. Lalu Psychology of Religion dan Psychology of Love semoga mendewasakan saya dan juga membantu saya dalam melakukan tugas-tugas perkembangan saya. Percaya lah. Meski terkesan random dan main-main. Kuliah saya akan berguna untuk saya, meski pun juga saya tidak mampu menjelaskan alasan kenapa mata kuliah tersebut saya ambil. Saya punya alasan kok. Meski pun menyimpang dari bidang ilmu saya. Ini akan membantu saya tumbuh. Semoga ya?
Ngomong-ngomong saya juga ngga terlalu random atau ngawur banget kok. Buktinya, saya ngga jadi ngambil belly dance tuh. Saya nyadar kok kalo perut saya gendut. ;)
Selanjutnya, saya harus rileks dan tidak terlalu serius dengan hidup saya. Susah sih. Tapi karena teman-teman saya banyak yang ngomong kalo saya terlalu serius. Bahkan pasangan tango saya (yang baru sekali ketemu saya) bilang saya terlalu serius dan sering bilang, "You have to relax. You hold my hand too tight." Ups... sorry. T_T (jadi mikir harusnya saya ikut kelas yoga saja.)
Sabtu kemarin, pada akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan ke Hutan Kabacki (Los Kabacki), salah satu hutan terbesar yang ada di Warsaw. Hutan ini terletak di pinggiran kota Warsaw. Maksudnya sih mumpung belum musim dingin, daun-daunnya masih banyak. Siapa tahu juga jalan-jalan ke hutan bisa menenangkan jiwa saya yang sedang berduka karena baru saja mendapatkan dua kabar yang kurang menyenangkan dari tanah air.
Hutannya sih biasa aja, malah agak kayak Ngawi gitu suasana. Saya malah merasa bagusan hutan di Gunung Kidul, tempat saya KKN dulu. Tapi hutannya terawat sekali. Lalu yang paling asyik itu Botanical Garden yang bersebelahan dengan hutan tersebut. Saya bagi deh foto-fotonya.
Sumpah ini bukan di Ngawi atau Garut.
Mirip Valley of Flowers, Tibet kan?
Fall in Warsaw
Sebenarnya saya sudah berniat bikin tulisan ini sejak satu minggu yang lalu, sayangnya, saya selalu kedinginan. Iya benar, kedinginan. Saya yang suka menulis di kamar dengan jendela terbuka, menatap rimbunan dedaunan yang mulai berubah warna, langit yang kelabu (jarang sekali langit biru di sini), dengan barisan burung-burung yang terbang berkelompok. Sesekali, ada satu burung yang hinggap di dekat jendela kamar saya. Sayang, sampai detik ini, saya belum kesampaian buat motret tu burung dari dekat. Nah, suasananya sih memang mendukung sekali untuk menulis, sayangnya, jemari saya jadi kaku dan agak ribet kalau dipake menekan keyboard laptop. Akibatnya, sering kali saya malah balik lagi ngabur ke dalam selimut yang hangat.
Karena no picture = hoax, jadi saya ngga akan membahas betapa cantiknya Warsaw, yang itu lain kali aja, kalo saya sudah ada waktu buat mindah foto-foto ke laptop. Kali ini, saya akan bercerita tentang orang-orangnya dan suasana Warsawa yang mungkin tidak akan bisa ditangkap kamera.
1. Untuk waktu Warsawa, jam di komputer, hp, sampai jam di dalam bus atau trem menunjukan waktu yang sama, bahkan sampai ke menit-menitnya. Keren sekali. Bisa jadi karena tiket bus di sini ada yang dijual 20 menit atau 40 menit, makanya semua jam sama dan konsisten. Kaget sekali lho pas tahu bahwa jam tangan saya (yang saya set sama dengan jam di laptop) ternyata juga menunjukan waktu yang sama dengan jam di hp dan bus. Lha ini beda sekali dengan saya di Indonesia, meskipun tidak berbeda jauh, namun jam tangan, jam dinding kamar, jam hp, jam di bagian administrasi kampus, jam di kelas seringkali berbeda, meskipun hanya beberapa menit.
2. Ada kata dalam Bahasa Polandia yang sangat penting bagi saya yang sama dengan kata dalam Bahasa Indonesia, meskipun artinya berbeda. Kata itu adalah "Kantor". Di Polish, it means money changer or exchange. In bahasa, it means office.
3. Orang-orang Polandia ngga terbuka urusan pribadi. Pernah nih, guru Polish saya dapat telepon di kelas dan dia terpaksa mengangkat telepon itu karena anaknya sakit dan harus ke dokter. Si guru tersebut cuma bilang bahwa anaknya sakit dan harus ke dokter, tanpa penjelasan lebih lanjut sakitnya apa, anaknya umur berapa, dan bagaimana cerita selengkapnya. Ini beda sekali dengan salah satu dosen Bahasa Inggris saya yang dulu mengalami hal serupa, dan pada akhirnya malah curhat tentang anaknya yang sakit di kelas.
4. Tahu kartun The Penguins of Madagascar? Ternyata, Kowalski si penguin itu berasal dari Polandia. Atau yang memberi nama adalah orang Polandia. Nama Kowalski adalah nama pasaran di sini.
5. Hangover di kelas itu biasa. Anak-anak Erasmus emang sering ngadain party-party atau pub crawl gitu sih, bahkan ada kelompok yang pesta tiap hari. Jadi jangan kaget kalo malam-malam di jalan ketemu orang mabuk dan rasanya pernah lihat orang-orang itu.
6. Sitting on the same table with the guy who looked really like Clark Kent in a pub was not as great as what it was look like. I ended up reading Kafka in my cellphone.
I prefer having lunch with an Maian guy from Peru who have lived for more than 15 years in the Zakopane mountain, southern Poland in a small Vietnamese restaurant.
7. Banyak cowok cakep di Warsaw. Minggu pertama, kami (rombongan dari Indonesia yang berjumlah 5 orang cewek dan 2 cowok) ini sibuk nontonin (kata yang tepat memang 'nontonin', bukan lagi melihat, memandang, apalagi melirik ) cowok-cowok cakep di jalan, bus, mall, sampai kampus bahkan sampai ke dalam kelas. Sempat juga baca-baca majalah fashion lokal, dan ternyata, diamini bersama bahwa cowok-cowok di pinggir-pinggir jalan Warsaw ini jauh lebih cakep dibandingkan dengan aktor-aktor atau model-model terkenal. Ajaibnya lagi, cowok-cowok cakep ini punah di minggu kedua kami. Entah karena memang sudah benar-benar tidak ada, kami yang udah males merhatiin, atau standar kami yang meningkat. Ngga tahu. Ini misteri.
8. Saya punya hobi baru di sini, mandi. 2 kali sehari. Kalo di Bandung atau Yogya mandi paling sehari sekali, sebelum kuliah. Kalo dipikir lagi emang menjijikan. Bahkan dulu pas mau KKN, ada teman yang komentar,"Pas banget kamu dapat lokasi di Gunung Kidul. Di sana susah air. Pas kalo buat kamu yang jarang mandi." Dulu sih alasannya dingin, lha di sini lebih dingin, tapi saya bisa mandi air hangat, meski di kamar mandi bersama. Oke lah.
9. Bahasa Polandia itu bahasa yang tidak jelas dan sulit dipelajari. Habis banyak perkecualian. Aturannya jelas sih, tapi banyak perkecualian untuk kasus-kasus tertentu. Jadi bukan hanya karena banyak konsonan dalam satu kata.
10. Banyak orang nganggur di Warsawa. Jadi kalo saya main ke taman, pasti banyak orang yang sedang mengajak anjingnya jalan-jalan, jogging, sepedaan, atau gandengan tangan berdua. Saya mikir, di Bandung juga banyak taman (walau tamannya kecil-kecil), tapi taman-taman di Bandung cenderung sepi. Ngga banyak juga sih orang-orang di Bandung, Yogya, atau bahkan Ngawi yang nganggur banget semacam itu sampai sempat-sempatnya jalan-jalan ke taman. Atau memang karena tempatnya yang tidak mendukung. Ngga tahu deh.
Segini dulu deh. Sambungan internet saya mulai melambat nih.
Wislawa Szymborska. Pertama kali dengar nama itu di filmnya Takeshi Kaneshiro, Turn Left, Turn Right. Salah satu tokoh di film itu (diperankan oleh Gigi Leung) adalah penggemar Szymborska dan menyukai puisinya yang berjudul Love at First Sight. Waktu itu sempat sih mencari tahu siapa itu Wislawa Szymborska yang katanya pernah mendapat nobel di bidang sastra ini, tapi ya, seiring berjalannya waktu, saya lupa.
Nah kemarin, di kuliah Bahasa Polandia, saya kembali menemukan nama Wislawa Szymborska (baca : Vi-swava simborska). Saya merasa nama ini familiar untuk saya. Barulah saat itu guru bahasa saya mengatakan bahwa beliau adalah salah satu penyair besar Polandia yang meninggal beberapa tahun lalu, saya baru ngeh. Ach soo.... Penasaran, saya mencari buku-bukunya di beberapa toko buku di Warsaw, terutama yang dekat kampus. Nie! Ngga ada. Bahkan yang Bahasa Polandia sekalipun. Jadi lah saya mencari beberapa puisinya di internet. Saya bagi deh dua yang langsung jadi favorit :
I prefer movies.
I prefer cats.
I prefer the oaks along the Warta.
I prefer Dickens to Dostoyevsky.
I prefer myself liking people
to myself loving mankind.
I prefer keeping a needle and thread on hand, just in case.
I prefer the color green.
I prefer not to maintain
that reason is to blame for everything.
I prefer exceptions.
I prefer to leave early.
I prefer talking to doctors about something else.
I prefer the old fine-lined illustrations.
I prefer the absurdity of writing poems
to the absurdity of not writing poems.
I prefer, where love's concerned, nonspecific anniversaries
that can be celebrated every day.
I prefer moralists
who promise me nothing.
I prefer cunning kindness to the over-trustful kind.
I prefer the earth in civvies.
I prefer conquered to conquering countries.
I prefer having some reservations.
I prefer the hell of chaos to the hell of order.
I prefer Grimms' fairy tales to the newspapers' front pages.
I prefer leaves without flowers to flowers without leaves.
I prefer dogs with uncropped tails.
I prefer light eyes, since mine are dark.
I prefer desk drawers.
I prefer many things that I haven't mentioned here
to many things I've also left unsaid
I prefer zeroes on the loose
to those lined up behind a cipher.
I prefer the time of insects to the time of stars.
I prefer to knock on wood.
I prefer not to ask how much longer and when.
I prefer keeping in mind even the possibility
that existence has its own reason for being.
When I pronounce the word Future,
the first syllable already belongs to the past.
When I pronounce the word Silence,
I destroy it.
When I pronounce the word Nothing,
I make it something no non-being can hold.
See! Cerdas kan?
Agak lupa-lupa ingat sih, kayaknya dulu saya pernah berdoa agar bisa ke Polandia dan juga belajar Bahasa Polandia ini gara-gara si Wislawa Szymborska ini. Saya lupa sih, tapi ternyata Tuhan masih ingat.
Sekitar seminggu yang lalu, saya mendapatkan sms ini dari orang yang tidak dikenal. Sms ini penting banget. Jadi mohon dibaca dan dicermati dengan seksama. Saking pentingnya, tidak akan ada sensor baik bunyi sms maupun nomor pengirimnya. Begini sms-nya.
Dari : +6282336447875
10/09/2013
00:03
Ini saya TONO dri KALTIM, kmrn sy dikasih angka TOGEL sgp 1974 tembus 100% sma MBAH ROHIM, kalau anda mau seperti saya hub/sms ke nomer mbah 081255257088.
Ini saya TONO dri KALTIM, kmrn sy dikasih angka TOGEL sgp 1974 tembus 100% sma MBAH ROHIM, kalau anda mau seperti saya hub/sms ke nomer mbah 081255257088.
Nah, penting banget kan? Yang butuh, silahkan berhubungan langsung dengan pihak yang berkepentingan. Saya tidak bertanggung jawab atas resiko yang mungkin anda derita. Hehehehehe.......
Jadi
ceritanya nih, saya ingin sekali menantang diri sendiri. Saya ingin tahu
seberapa besar batas kemampuan dan keberanian saya. Sebenarnya ini terinspirasi
dari film Into the Wild. Di film itu,
ada sepenggal kalimat yang intinya adalah kamu hanya bisa menemukan dirimu
sendiri setelah kamu bisa menghadapi ombak yang ganas, jurang yang curam, atau
tebing yang terjal sendirian, hanya dengan mengandalkan kaki dan tanganmu
sendiri. Lha saya jadi pingin tuh. Tapi kalo harus berkelana sendirian di
tengah belantara, saya takut diterkam singa, dimakan buaya, atau dipatuk ular,
jadi saya memutuskan untuk bepergian ke tempat asing saja. Tempat di mana saya
tidak memahami bahasa, budaya, dan cuacanya. Sendirian tentu saja.
Selain
untuk tahu batas dari diri saya, saya juga berniat untuk memikirkan ulang hidup
saya dari awal sampai dengan saat ini. Apa saja hal-hal membanggakan yang sudah
saya raih, kesalahan-kesalahan yang masih saya sesali sampai detik ini, hingga
silap konyol yang masih sering membuat saya tersenyum. Juga untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di mana, apa, siapa, bagaimana, mengapa, dan kapan yang
bertubi-tubi datang kepada saya akhir-akhir ini. Iya sih, pertanyaan mengapa
memang sebaiknya tidak usah ditanyakan karena jawabannya pasti bikin pusing
(dan kadang juga sakit hati). Saya ingin merancang kembali masa depan saya.
Saya bahkan sudah sejak beberapa waktu yang lalu memastikan hal-hal yang
kira-kira akan mempengaruhi masa depan saya. Harapannya, pilihan-pilihan yang
sudah tidak relevan akan bisa segera saya coret. Jujur saja, saya kebingungan
sewaktu ditanya apa yang akan saya lakukan di masa depan. Pertanyaan apa
ternyata juga bikin sakit kepala ya? J
Dulu,
hal pertama yang terlintas di pikiran saya adalah mendaftar International Student Week Ilmenau di
Jerman pada Bulan Juni lalu. Jika peserta yang lain ikut kegiatan itu karena
ingin bertemu dan berdiskusi dengan mahasiswa dari seluruh dunia, tujuan utama
saya adalah ingin menyendiri barang sehari di tempat yang jauh dari dunia saya
dan melamun. Ternyata, saya tidak mendapatkan bantuan sponsor satu pun untuk
biaya tiket pesawat. Sepertinya Tuhan tahu tujuan utama saya tidak semulia yang
saya cantumkan di proposal sponsor.
Kesempatan
kedua datang sewaktu saya diterima beasiswa Erasmus Mundus. Waktu itu, karena
sebuah kesalahan komunikasi, tiket pesawat saya ke Polandia terlalu cepat satu
hari dibandingkan teman-teman yang lainnya. Waktu itu saya berfikir untuk
merubah tiket pesawat saya, tapi kalau dipikir-pikir ulang, sayang juga. Bayangkan,
saya akan bepergian sendirian ke tempat yang asing, dengan bahasa, orang-orang,
budaya, dan cuaca yang tidak saya kenal. Ini adalah kesempatan yang tidak bisa
ditolak. Tuhan mengabulkan doa saya. Bahkan ini lebih hebat dari Jerman. Saya
cukup tahu banyak tentang Jerman. Polandia? Sama sekali tidak terpikir
sebelumnya. Bahkan saya juga sempat mengirim email sotoy kepada mentor saya dari Erasmus
Students Network agar tidak perlu menjemput saya di Frederik Chopin International Airport. Saya akan coba sendirian
sampai ke asrama saya.
Hello Aneta,My name is Rizki Darmadi Mayangsari. You can call me Kiki. I am an Indonesian. Thank you very much for becoming my mentor. I will need your help a lot.I will arrive in Warsaw in September 11, 2013. Just few days later.
Actually, in my first day in Warsaw, I want to be alone. I want to challenge myself to explore the city of Warsaw by myself. Just in a day. Regarded to that, could you tell me about the public transportation from Chopin International Airport to the Student dorm number 1? How much should I pay for the public transportation? How do I pay that? What is the bus stop or station closest to the university dorm 1? Is it fine to take a bus or train with a quite big luggage?I want to know also where is the place to change my Euro to zloty? Is there any money changer close to the dorm or should I change all of my money in the airport?For enjoying the city, maybe I just want to go strolling near the student dorm. I have heard that Warsaw has many beautiful parks, that very nice if I find some. Aneta, would you mind if I contact you just in case if I am lost or maybe confused in the city? : )I hope that we can be friend. It would be nice to see you soon in Poland, maybe in my second day.Best regards,Kiki
Di
luar dugaan, saya ketakutan sekali, bahkan menstruasi saya sampai berhenti.
Saya stres berat dan rasanya pingin ngga usah jadi berangkat saja. Saya ngga
tahu sama sekali apa yang harus dilakukan di bandara. Saya menunggu cukup lama
di bandara Soekarno Hatta. Untunglah saya ketemu teman bicara yang
menyenangkan, seorang mas-mas yang akan berangkat ke Seattle, USA untuk bekerja
di kapal pesiar. Paling tidak saya punya teman ngobrol dan ngga grogi
sendirian. Saat berada di antrian check
in barulah saya sadar bahwa saya berada di antrian yang salah. Saya sudah check in online sebelumnya, sehingga
saya harusnya mengantri di tempat yang berbeda. Saat saya keluar dari barisan
itu dan teriak lumayan kenceng, rupanya ada satu orang mas-mas lainnya yang
juga mengikuti saya dan mengantri di belakang saya. Dia mengaku juga salah
mengantri. Akhirnya, dengan mas yang ini (sebut saja mas C) saya ngobrol
lumayan lama bahkan kami sempat bertukar kontak. Beliau dosen yang mendapatkan
beasiswa S3 DIKTI untuk belajar di Prancis. Teman seperjalanan yang
menyenangkan rupanya asyik sekali saat saya sendirian. Minimal, jika bingung,
saya ngga akan bingung sendirian. Jika berniat ke toilet, akan ada orang yang
menjaga tas saya. Untunglah saya bertemu dengan banyak orang baik dalam
perjalanan ini, begitu juga sewaktu di dalam pesawat. Di pesawat Jakarta –
Dubai, saya bersebelahan dengan seorang mbak-mbak yang cantik sekali, saya aja
sampai berkali-kali melirik ke si mbak karena saking cantiknya. Saya sibuk
mikir, “mbak yang ini artis bukan ya?” Saya memang ngga terlalu kenal dengan
artis-artis baru, jadi bisa saja mbak di sebelah saya itu artis. Pas pesawat
Dubai-Polandia saya bersebelahan dengan seorang ibu Jepang yang baik hati
sekali, yang mau bolak-balik berdiri karena saya sering ke toilet. Meski ngga
berbahasa Inggris, beliau mengingatkan
bros saya yang copot dalam perjalanan. Secara keseluruhan, perjalanan ini
menyenangkan.
Pas
di bandara, sempat ribet sedikit sih karena petugas di bagian imigrasi ternyata
belum dapat informasi di mana saya akan tinggal. Jadi saya banyak ditanya apa
yang akan saya lakukan di sini. Yah, untunglah semua dokumen saya lengkap.
Bahkan saya nge-print semua email
komunikasi saya dengan kantor urusan internasional University of Warsaw. Jadi saya bisa melenggang masuk negara
Polandia dalam damai.
Masalah
selanjutnya adalah bagaimana caranya saya bisa menuju ke asrama mahasiswa saya.
Mentor saya bilang, tinggal keluar bandara lalu naik bis nomor 175 atau 188
setelah beli tiket. Lha saya bingung juga, beli tiketnya bagaimana. Untung lah
saat itu saya juga bersama 3 orang backpacker
yang juga satu pesawat dengan saya, yang sepertinya sih berasal dari
Thailand. Jadi kami berempat ngobrol dan kebingungan gitu di depan mesin tiket
bis. Untung lagi, saat itu ada
mbak-mbak yang mau bantuin dan ngajarin saya cara beli tiket bis. Sewaktu naik
bis pun koper saya diangkatin sama seorang kakek-kakek Polandia yang baik hati.
Di dalam bis, wah, saya dapat kursi yang oke, lalu karena sepertinya di dalam
bis banyak orang asing, jadi banyak orang lokal Polandia yang mau bantuin saya.
Bahkan, seorang mbak-mbak Polandia yang nama depannya sama dengan mentor saya,
Aneta, juga bantuin bahkan ngasih petunjuk di mana saya harus turun dari bis. Di
halte bis, saya juga mendapat bantuan dari dua orang mahasiswi kedokteran yang
sedang menunggu bis. Sayangnya, saya nyasar lagi pas masuk jalan menuju asrama
saya. Lalu tiba-tiba ada mas-mas Polandia yang cakep banget lagi jalan-jalan
nanya, “Do you have some problem? Do you
need any help?” Kayaknya kelihatan sekali muka saya yang melas. Lepas dari
si mas, saya juga dapat bantuan dari satpam salah satu gedung yang berdekatan
dengan asrama saya.
Wah,
ternyata asyik juga melakukan perjalanan sendirian. Saya jadi fokus pada semua
petunjuk yang ada. Saya hanya bisa bergantung pada diri sendiri, jadi saya
tidak boleh salah. Bedanya dengan bepergian dalam kelompok, saat bersama teman,
saya tidak perlu mikir apa-apa lagi. Tinggal ngikut kemana yang lain pergi.
Dulu, bahkan saya ngga perlu angkat-angkat koper. Teman saya (bahkan juga dosen
saya) yang baik hati sudah mau melakukan itu untuk saya, tentu saja setelah
insiden koper saya meluncur bebas di tangga karena lepas dari genggaman.
Sekarang, mau ngga mau saya harus mengangkat koper seorang diri.
Sampai
di asrama rupanya bukan akhir. Ini yang paling sulit. Saya harus mengisi banyak
dokumen dalam Bahasa Polandia yang saya ngga ngerti. Lalu ternyata saya juga
diwajibkan untuk membayar deposit sebesar 800 zloty ditambah deposit 2 bulan
dan internet sebesar 270 zloty. Bagaimana ini? Uang zloty saya ngga nyampe 1000
zloty. Manajer asrama sempat marah gitu dan bilang bahwa mereka sudah menampung
banyak mahasiswa asing, jadi ngga mungkin saya ngga dikasih tahu sebelumnya.
Padahal saya hanya diberi tahu untuk membawa uang 2 bulan deposit. Untung lah
di hari terakhir kemarin, ibu saya (yang entah kenapa tiba-tiba jadi baik
sekali) mengirimkan saya uang. Beliau khawatir jika di minggu-minggu pertama
uang beasiswa saya belum keluar. Tanpa uang ibu ini, sepertinya tadi malam saya
bakalan tidur di jalanan. Matur nuwun,
ibuk... *mbrebes mili
Akhirnya
saya minta petunjuk tempat penukaran uang terdekat untuk menukar Euro yang saya
punya. Di bandara, saya memang hanya menukar zloty sesuai keperluan saja, yang
saya pikir 500 zloty saja pasti cukup untuk seminggu dan juga bayar asrama.
Gara-gara menukar uang ini, saya jadi berkelana cukup jauh di kota ini. Saya
bahkan menemukan Jalan Marie Curie yang berada persis di depan Jurusan Kimia University of Warsaw. Saya juga
menemukan banyak burung-burung di sebuah taman. Sepertinya mereka kedinginan
gitu karena waktu itu hujan. Lalu yang mengejutkan, pejalan kaki adalah raja di
sini. Semua mobil berhenti lho kalo saya lagi nyebrang. Karena saya memang
meleng, jalan sambil bengong, jadi saya biasanya baru tahu kalau ada mobil
berhenti setelah saya menyebrang, saat si mobil itu mulai jalan lagi. Masya Allah, emang.
Setelah
menukar uang dan menyelesaikan urusan administrasi yang ternyata lumayan ribet,
saya akhirnya dapat kamar yang bagus banget. Untunglah asrama ini memiliki lift
karena kamar saya berada di lantai 5. Yang mengejutkan, kamar saya ini memiliki
pemandangan yang bagus sekali. Hutan gitu pemandangannya. Di hari pertama ini,
saya menghabiskan waktu cukup lama duduk di meja belajar saya, membiarkan
jendela terbuka, menikmati angin, di sela-sela dinginnya hujan. Benar-benar me time yang mewah sekali. Beberapa saat
yang lalu, bahkan ada burung yang hinggap di tembok dekat jendela kamar saya.
Ini sih asyik sekali. Sayangnya, saya belum bisa berfikir waras di hari-hari
pertama saya ini. Suasana otak saya masih suasana liburan. Jadi waktu
berfikirnya nanti saja ya. Nanti deh kalo saya sudah beli payung (sekarang
sedang gerimis 48 jam *asyik banget), saya akan siap menyusuri kota ini lebih
jauh lagi. ; )
Lalu
balik lagi ke pertanyaan semula dan tujuan awal saya, apakah saya sudah
menemukan diri saya sendiri? Wah, rasanya kok belum ya? Saya masih belum tahu
di mana batas saya. Saya belum tahu apa lagi kira-kira yang saya bisa.
Sepertinya masih banyak hal mengejutkan yang akan saya lakukan di masa depan.
Entah apa.
Kamar saya di Warsaw
Ini pemandangan dari kamar jika saya duduk di meja belajar saya
Hutan depan asrama saya
Ini jalan masuk ke hutan depan asrama saya