Jadi
ceritanya nih, saya ingin sekali menantang diri sendiri. Saya ingin tahu
seberapa besar batas kemampuan dan keberanian saya. Sebenarnya ini terinspirasi
dari film Into the Wild. Di film itu,
ada sepenggal kalimat yang intinya adalah kamu hanya bisa menemukan dirimu
sendiri setelah kamu bisa menghadapi ombak yang ganas, jurang yang curam, atau
tebing yang terjal sendirian, hanya dengan mengandalkan kaki dan tanganmu
sendiri. Lha saya jadi pingin tuh. Tapi kalo harus berkelana sendirian di
tengah belantara, saya takut diterkam singa, dimakan buaya, atau dipatuk ular,
jadi saya memutuskan untuk bepergian ke tempat asing saja. Tempat di mana saya
tidak memahami bahasa, budaya, dan cuacanya. Sendirian tentu saja.
Selain
untuk tahu batas dari diri saya, saya juga berniat untuk memikirkan ulang hidup
saya dari awal sampai dengan saat ini. Apa saja hal-hal membanggakan yang sudah
saya raih, kesalahan-kesalahan yang masih saya sesali sampai detik ini, hingga
silap konyol yang masih sering membuat saya tersenyum. Juga untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di mana, apa, siapa, bagaimana, mengapa, dan kapan yang
bertubi-tubi datang kepada saya akhir-akhir ini. Iya sih, pertanyaan mengapa
memang sebaiknya tidak usah ditanyakan karena jawabannya pasti bikin pusing
(dan kadang juga sakit hati). Saya ingin merancang kembali masa depan saya.
Saya bahkan sudah sejak beberapa waktu yang lalu memastikan hal-hal yang
kira-kira akan mempengaruhi masa depan saya. Harapannya, pilihan-pilihan yang
sudah tidak relevan akan bisa segera saya coret. Jujur saja, saya kebingungan
sewaktu ditanya apa yang akan saya lakukan di masa depan. Pertanyaan apa
ternyata juga bikin sakit kepala ya? J
Dulu,
hal pertama yang terlintas di pikiran saya adalah mendaftar International Student Week Ilmenau di
Jerman pada Bulan Juni lalu. Jika peserta yang lain ikut kegiatan itu karena
ingin bertemu dan berdiskusi dengan mahasiswa dari seluruh dunia, tujuan utama
saya adalah ingin menyendiri barang sehari di tempat yang jauh dari dunia saya
dan melamun. Ternyata, saya tidak mendapatkan bantuan sponsor satu pun untuk
biaya tiket pesawat. Sepertinya Tuhan tahu tujuan utama saya tidak semulia yang
saya cantumkan di proposal sponsor.
Kesempatan
kedua datang sewaktu saya diterima beasiswa Erasmus Mundus. Waktu itu, karena
sebuah kesalahan komunikasi, tiket pesawat saya ke Polandia terlalu cepat satu
hari dibandingkan teman-teman yang lainnya. Waktu itu saya berfikir untuk
merubah tiket pesawat saya, tapi kalau dipikir-pikir ulang, sayang juga. Bayangkan,
saya akan bepergian sendirian ke tempat yang asing, dengan bahasa, orang-orang,
budaya, dan cuaca yang tidak saya kenal. Ini adalah kesempatan yang tidak bisa
ditolak. Tuhan mengabulkan doa saya. Bahkan ini lebih hebat dari Jerman. Saya
cukup tahu banyak tentang Jerman. Polandia? Sama sekali tidak terpikir
sebelumnya. Bahkan saya juga sempat mengirim email sotoy kepada mentor saya dari Erasmus
Students Network agar tidak perlu menjemput saya di Frederik Chopin International Airport. Saya akan coba sendirian
sampai ke asrama saya.
Hello Aneta,My name is Rizki Darmadi Mayangsari. You can call me Kiki. I am an Indonesian. Thank you very much for becoming my mentor. I will need your help a lot.I will arrive in Warsaw in September 11, 2013. Just few days later.
Actually, in my first day in Warsaw, I want to be alone. I want to challenge myself to explore the city of Warsaw by myself. Just in a day. Regarded to that, could you tell me about the public transportation from Chopin International Airport to the Student dorm number 1? How much should I pay for the public transportation? How do I pay that? What is the bus stop or station closest to the university dorm 1? Is it fine to take a bus or train with a quite big luggage?I want to know also where is the place to change my Euro to zloty? Is there any money changer close to the dorm or should I change all of my money in the airport?For enjoying the city, maybe I just want to go strolling near the student dorm. I have heard that Warsaw has many beautiful parks, that very nice if I find some. Aneta, would you mind if I contact you just in case if I am lost or maybe confused in the city? : )I hope that we can be friend. It would be nice to see you soon in Poland, maybe in my second day.Best regards,Kiki
Di
luar dugaan, saya ketakutan sekali, bahkan menstruasi saya sampai berhenti.
Saya stres berat dan rasanya pingin ngga usah jadi berangkat saja. Saya ngga
tahu sama sekali apa yang harus dilakukan di bandara. Saya menunggu cukup lama
di bandara Soekarno Hatta. Untunglah saya ketemu teman bicara yang
menyenangkan, seorang mas-mas yang akan berangkat ke Seattle, USA untuk bekerja
di kapal pesiar. Paling tidak saya punya teman ngobrol dan ngga grogi
sendirian. Saat berada di antrian check
in barulah saya sadar bahwa saya berada di antrian yang salah. Saya sudah check in online sebelumnya, sehingga
saya harusnya mengantri di tempat yang berbeda. Saat saya keluar dari barisan
itu dan teriak lumayan kenceng, rupanya ada satu orang mas-mas lainnya yang
juga mengikuti saya dan mengantri di belakang saya. Dia mengaku juga salah
mengantri. Akhirnya, dengan mas yang ini (sebut saja mas C) saya ngobrol
lumayan lama bahkan kami sempat bertukar kontak. Beliau dosen yang mendapatkan
beasiswa S3 DIKTI untuk belajar di Prancis. Teman seperjalanan yang
menyenangkan rupanya asyik sekali saat saya sendirian. Minimal, jika bingung,
saya ngga akan bingung sendirian. Jika berniat ke toilet, akan ada orang yang
menjaga tas saya. Untunglah saya bertemu dengan banyak orang baik dalam
perjalanan ini, begitu juga sewaktu di dalam pesawat. Di pesawat Jakarta –
Dubai, saya bersebelahan dengan seorang mbak-mbak yang cantik sekali, saya aja
sampai berkali-kali melirik ke si mbak karena saking cantiknya. Saya sibuk
mikir, “mbak yang ini artis bukan ya?” Saya memang ngga terlalu kenal dengan
artis-artis baru, jadi bisa saja mbak di sebelah saya itu artis. Pas pesawat
Dubai-Polandia saya bersebelahan dengan seorang ibu Jepang yang baik hati
sekali, yang mau bolak-balik berdiri karena saya sering ke toilet. Meski ngga
berbahasa Inggris, beliau mengingatkan
bros saya yang copot dalam perjalanan. Secara keseluruhan, perjalanan ini
menyenangkan.
Pas
di bandara, sempat ribet sedikit sih karena petugas di bagian imigrasi ternyata
belum dapat informasi di mana saya akan tinggal. Jadi saya banyak ditanya apa
yang akan saya lakukan di sini. Yah, untunglah semua dokumen saya lengkap.
Bahkan saya nge-print semua email
komunikasi saya dengan kantor urusan internasional University of Warsaw. Jadi saya bisa melenggang masuk negara
Polandia dalam damai.
Masalah
selanjutnya adalah bagaimana caranya saya bisa menuju ke asrama mahasiswa saya.
Mentor saya bilang, tinggal keluar bandara lalu naik bis nomor 175 atau 188
setelah beli tiket. Lha saya bingung juga, beli tiketnya bagaimana. Untung lah
saat itu saya juga bersama 3 orang backpacker
yang juga satu pesawat dengan saya, yang sepertinya sih berasal dari
Thailand. Jadi kami berempat ngobrol dan kebingungan gitu di depan mesin tiket
bis. Untung lagi, saat itu ada
mbak-mbak yang mau bantuin dan ngajarin saya cara beli tiket bis. Sewaktu naik
bis pun koper saya diangkatin sama seorang kakek-kakek Polandia yang baik hati.
Di dalam bis, wah, saya dapat kursi yang oke, lalu karena sepertinya di dalam
bis banyak orang asing, jadi banyak orang lokal Polandia yang mau bantuin saya.
Bahkan, seorang mbak-mbak Polandia yang nama depannya sama dengan mentor saya,
Aneta, juga bantuin bahkan ngasih petunjuk di mana saya harus turun dari bis. Di
halte bis, saya juga mendapat bantuan dari dua orang mahasiswi kedokteran yang
sedang menunggu bis. Sayangnya, saya nyasar lagi pas masuk jalan menuju asrama
saya. Lalu tiba-tiba ada mas-mas Polandia yang cakep banget lagi jalan-jalan
nanya, “Do you have some problem? Do you
need any help?” Kayaknya kelihatan sekali muka saya yang melas. Lepas dari
si mas, saya juga dapat bantuan dari satpam salah satu gedung yang berdekatan
dengan asrama saya.
Wah,
ternyata asyik juga melakukan perjalanan sendirian. Saya jadi fokus pada semua
petunjuk yang ada. Saya hanya bisa bergantung pada diri sendiri, jadi saya
tidak boleh salah. Bedanya dengan bepergian dalam kelompok, saat bersama teman,
saya tidak perlu mikir apa-apa lagi. Tinggal ngikut kemana yang lain pergi.
Dulu, bahkan saya ngga perlu angkat-angkat koper. Teman saya (bahkan juga dosen
saya) yang baik hati sudah mau melakukan itu untuk saya, tentu saja setelah
insiden koper saya meluncur bebas di tangga karena lepas dari genggaman.
Sekarang, mau ngga mau saya harus mengangkat koper seorang diri.
Sampai
di asrama rupanya bukan akhir. Ini yang paling sulit. Saya harus mengisi banyak
dokumen dalam Bahasa Polandia yang saya ngga ngerti. Lalu ternyata saya juga
diwajibkan untuk membayar deposit sebesar 800 zloty ditambah deposit 2 bulan
dan internet sebesar 270 zloty. Bagaimana ini? Uang zloty saya ngga nyampe 1000
zloty. Manajer asrama sempat marah gitu dan bilang bahwa mereka sudah menampung
banyak mahasiswa asing, jadi ngga mungkin saya ngga dikasih tahu sebelumnya.
Padahal saya hanya diberi tahu untuk membawa uang 2 bulan deposit. Untung lah
di hari terakhir kemarin, ibu saya (yang entah kenapa tiba-tiba jadi baik
sekali) mengirimkan saya uang. Beliau khawatir jika di minggu-minggu pertama
uang beasiswa saya belum keluar. Tanpa uang ibu ini, sepertinya tadi malam saya
bakalan tidur di jalanan. Matur nuwun,
ibuk... *mbrebes mili
Akhirnya
saya minta petunjuk tempat penukaran uang terdekat untuk menukar Euro yang saya
punya. Di bandara, saya memang hanya menukar zloty sesuai keperluan saja, yang
saya pikir 500 zloty saja pasti cukup untuk seminggu dan juga bayar asrama.
Gara-gara menukar uang ini, saya jadi berkelana cukup jauh di kota ini. Saya
bahkan menemukan Jalan Marie Curie yang berada persis di depan Jurusan Kimia University of Warsaw. Saya juga
menemukan banyak burung-burung di sebuah taman. Sepertinya mereka kedinginan
gitu karena waktu itu hujan. Lalu yang mengejutkan, pejalan kaki adalah raja di
sini. Semua mobil berhenti lho kalo saya lagi nyebrang. Karena saya memang
meleng, jalan sambil bengong, jadi saya biasanya baru tahu kalau ada mobil
berhenti setelah saya menyebrang, saat si mobil itu mulai jalan lagi. Masya Allah, emang.
Setelah
menukar uang dan menyelesaikan urusan administrasi yang ternyata lumayan ribet,
saya akhirnya dapat kamar yang bagus banget. Untunglah asrama ini memiliki lift
karena kamar saya berada di lantai 5. Yang mengejutkan, kamar saya ini memiliki
pemandangan yang bagus sekali. Hutan gitu pemandangannya. Di hari pertama ini,
saya menghabiskan waktu cukup lama duduk di meja belajar saya, membiarkan
jendela terbuka, menikmati angin, di sela-sela dinginnya hujan. Benar-benar me time yang mewah sekali. Beberapa saat
yang lalu, bahkan ada burung yang hinggap di tembok dekat jendela kamar saya.
Ini sih asyik sekali. Sayangnya, saya belum bisa berfikir waras di hari-hari
pertama saya ini. Suasana otak saya masih suasana liburan. Jadi waktu
berfikirnya nanti saja ya. Nanti deh kalo saya sudah beli payung (sekarang
sedang gerimis 48 jam *asyik banget), saya akan siap menyusuri kota ini lebih
jauh lagi. ; )
Lalu
balik lagi ke pertanyaan semula dan tujuan awal saya, apakah saya sudah
menemukan diri saya sendiri? Wah, rasanya kok belum ya? Saya masih belum tahu
di mana batas saya. Saya belum tahu apa lagi kira-kira yang saya bisa.
Sepertinya masih banyak hal mengejutkan yang akan saya lakukan di masa depan.
Entah apa.
Kamar saya di Warsaw
Ini pemandangan dari kamar jika saya duduk di meja belajar saya
Hutan depan asrama saya
Ini jalan masuk ke hutan depan asrama saya
2 comments
suasananya asri ya ki, kayak di UI, penuh hutan :)
BalasHapusTumben kamarmu resik ki, mesti kuwi dalam rangka arep difoto thO? makane sengaja diresiki, ehehe..
Belum pernah ke UI. Uninya itu di pusat kota gitu, ima. Jadi malah rame kalo di kawasan uni, tapi ya ada hutannya sih, cuma lebih kecil. Lha ini tuh di depan asrama.
BalasHapusItu bukan kamarnya baru diberesin dalam rangka foto, tapi emang barang-barangnya belum berserakan aja. Lha wong baru dateng. Hehehehe..... Ntar deh bakalan ada update kamarku pas hari-hari santai, hari banyak tugas, hehehehe.... Bakalan terlihat nyata bedanya. Tapi ngga tahu ding, soale roomate-ku sepertinya orangnya rapi. Hehehehe....