Akhirnya, mau posting tentang liburan ke Belanda kemarin nih. Liburan yang paling menyenangkan sampai saat ini. Kenapa? Karena dari hari pertama sampai dengan hari terakhir, saya ngga kangen Warsaw sama sekali. Biasanya, kalo pergi ke luar kota atau luar negeri, saya bakalan kangen banget sama Warsaw, kota saya tercinta. Kangen rumah ki? Enggak. Sama sekali. Bapak, ibuk, dan adek-adek sekalian, muuph ya :(.
Awalnya pingin bikin postingan ini per kota aja, biar cepet. Tapi setelah dipikir-pikir kok sayang, karena tiap hari sangat berharga dan unik. Tiap hari adalah petualangan. Paling ngga, kalo orang-orang pada males baca karena saking panjangnya, ini bisa jadi kenang-kenangan buat saya pribadi aja.
Hari pertama, 23 Desember 2013.
Saya ngga terlalu bisa tidur. Kenapa? Iya, takut kesiangan. Pesawat Ryan Air saya jam 11 siang dan tiket kereta saya dari Dworzec Centralny jam 8.15 pagi. Jadi harus berangkat dari asrama jam 7 pagi. Itu masih subuh di Warsaw. Apalagi malam sebelumnya ditakut-takutin sama Ace, tetangga sebelah kamar, katanya dia mendengar suara tangis anak-anak dan toilet asrama saya penuh darah. Horor banget kan? Mana asrama sudah sepi lagi. Hampir semua orang sudah pulang kampung atau pergi liburan. Hiks... hiks...hikss....
Balik lagi ke Senin pagi yang masih gelap. Saya bangun dan merapikan koper. Baru merapikan koper, ki? Iya, soale kopernya terlalu imut. Ngga muat buat menampung semua benda-benda yang harus dibawa yang kebanyakan isinya adalah makanan. Baik makanan buat saya di jalan, atau makanan oleh-oleh buat teman-teman di Belanda. Sayangnya, setelah menunggu keajaiban semalam dan tetap tidak ada hasil, ya sudah, sebagian besar makanan terpaksa dimasukan kembali ke kulkas dan lemari karena ngga bisa dimasukan ke koper. Ya udah, bawa semampunya yang bisa dibawa saja.
Pagi-pagi, saya segera lari ke bus stop dekat asrama. Nyampe di stasiun, setelah menunggu beberapa lama, saya baru tahu kalau ternyata saya salah peron. Saya salah baca informasi. Harusnya saya baca di bagian departure, lha saya malah nunggu di bagian arrival dari Modlin. Ya salam, untunglah saya segera sadar dan berpindah ke peron yang benar. Tak ada yang spesial di bandara atau di dalam pesawat. Saya cuma foto-foto awan di dalam pesawat dan melamun gitu di pesawat. Lalu cepet banget, si Ryan Air ini udah nyampe aja di Eindhoven airport, The Netherlands.
Belanda dari atas
Keluar dari pesawat, saya ikutin aja barisan orang yang berjalan. Saya ngga pernah ke Belanda sebelumnya. Jadi saya agak bingung gitu waktu naik bis. Untunglah ada juga beberapa orang yang bingung. Setelah tanya-tanya, ternyata sistem pembelian tiket bus di Eindhoven ini sama seperti di Warsaw. Untunglah saya juga membawa beberapa koin Euro sisa-sisa petualangan saya di Jerman 3 tahun lalu. Jadi lah tuh koin dipake buat beli tiket bis ke Stasiun Eindhoven.
Nyampe Stasiun Eindhoven, saya langsung aja ngacir ke mesin penjualan tiket kereta. Berdasarkan informasi dari Mas Dikhi dan Mbak Lilis yang pernah (atau sering) ke Belanda, mending beli tiket di mesin karena lebih murah 1 Euro dibandingkan beli lewat kassa, karena dengan mesin, pemerintah ngga perlu gaji pegawai. Makanya lebih murah. Untung lah si mesin ini mau nerima debit card saya yang maestro.
Masuk ke dalam stasiun, saya bingung, saya melihat papan informasi dan ngga ada kereta yang ke Rotterdam. Mana tiket kereta yang saya beli ngga ada informasi jam dan peronnya lagi. Jadi saya harus naik apa nih. Lari lah saya ke bagian informasi buat nanya, dan ternyata, kereta saya adalah kereta intercity tujuan Den Haag. Kereta saya akan berangkat 10 menit lagi, jadi saya lari-lari ke peron yang dimaksud. Nyampe sana, keretanya belum ada. Melihat penumpang lain yang menunggu pada makan sandwich, saya pun ikutan lapar. Saya makan bekal roti yang dibawa dari Warsaw. Lumayan buat mengganjal perut.
Tak berapa lama, kereta datang. Riang gembira, saya masuk ke dalam kereta. Saya masih ngga tahu apa perbedaan kelas 1 dan 2 di kereta. Jadi saya masuk saja ke pintu yang terdekat. Nyampe dalam saya bingung, ada dua tangga menuju ke atas dan ke bawah. Berhubung jumlah tangga ke bawah lebih sedikit, saya memilih untuk turun ke bawah. Sayangnya, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, saya jatuh di tangga. Gara-gara hak sepatu saya nyangkut di tangga. Malu banget. Mana sakit sekali. Saya ngga bisa berdiri. Untung lah tiba-tiba ada tangan yang terulur. Tanpa melihat orangnya, saya raih tangan itu. Saya dipapah ke kursi terdekat. Aduh, malu.... Lalu si mas-mas penolong itu pergi, nyari tempat duduk. Saya bingung. Mikir,"Aduh, kakiku sakit banget. Apa langsung ke Leeuwarden aja ya? Ngga usah jadi ke Rotterdam dulu. Ke Rotterdam-nya nanti aja pas pulang. Gimana ini? Kakiku ngga bisa digerakin. Mana perginya sendirian lagi. Ngga bakalan ada yang bantuin nih." Saya mikir sepanjang perjalanan di Rotterdam. Untung lah saat kereta sudah hampir mendekati Rotterdam, kaki saya sudah tidak terlalu sakit lagi. Begitu sampai di Rotterdam, saya paksakan kaki saya buat turun di stasiun.
Rotterdam Central Station
Stasiun Rotterdam itu megah. Gedhe banget. Saya masuk beberapa toko buat nyari provider Belanda. Saya butuh internet. Butuh juga menghubungi teman-teman di Belanda. Tapi ngga ada. Jadi lah saya nanya ke bagian tourist information. Di situ saya membeli 2 days ticket. Saya juga mendapatkan peta Rotterdam dan panduan wisata Rotterdam gratis. Saya juga ditunjukan di mana letak hostel saya. Saya berniat jalan kaki menuju hostel (yang jaraknya hanya dua tram stop dari stasiun) karena sayang tiket. Tiket saya lebih baik diaktifkan besok saja biar bisa dipakai sampai lusa.
Stand tourist information yang berada di dalam kepala manusia
Awal kedatangan saya di Rotterdam ini disambut dengan gerimis. Suhu di Rotterdam ngga terlalu dingin. Warsaw jauh lebih dingin. Karena suasana sudah gelap, saya memutuskan untuk langsung menuju hotel dan tidur saja. Sayangnya, lagi-lagi saya nyasar. Untunglah saya bertemu beberapa orang yang mau menunjukan jalan. Bahkan ada seorang mas-mas yang baik hati sampai nyari saya karena saya salah arah dan membuka google map dari ponsel dia buat saya. Dia juga nemenin saya jalan. Saya terharu. Orang-orang Belanda baik-baik banget. Pas nyasar ini, saya juga melihat kanal di Belanda yang bagus banget. Rotterdam itu cantik. Cantik dengan caranya sendiri. Akhirnya saya janji untuk balik lagi ke tempat itu buat ngambil foto. Sore itu, mending saya segera nyari si hostel. I really, really need some sleep.
Ini yang saya lihat sore itu. Indah kan?
Akhirnya, setelah berkali-kali nyasar dan masuk gang yang sama, saya nyampe hostel saya. Hostel de Mafkees. Ini adalah hostel paling murah di Rotterdam. Cuma 12,5 Euro gitu, tapi tanpa linen. Kalo mau linen harus sewa lagi. Waktu masih di Warsaw, sempat kepikiran buat nginap di Stayokay hostel aja yang desain bangunannya lebih ok. Lalu teman sekamar saya bilang,"Itu kan ngga penting. Arsitektur bagus itu ngga penting. Yang penting bisa tidur kan? Aku bisa kok kalo tidur tanpa selimut. Jadi mending pilih yang murah aja." Waktu tahu saya mau ambil hostel yang tanpa linen, teman yang lain bilang, "Kok kamu kasihan banget sih, masa tidur tanpa linen. Sini aku carikan lagi hostel di Rotterdam yang murah." Akhirnya, dia menyarankan hostel yang harganya sekitar 15 Euro semalam, termasuk linen. Waktu baca review-nya, saya kaget. Lha hostel ini tuh ngga ada tangga buat naik ke ranjang atas. Gimana ini? Masa iya saya mesti terbang atau merayap ke atas pake jaring laba-laba? Ngga mungkin kan! Jadi ya, udah lah. Mending yang tanpa linen.
Hostel saya di Rotterdam.
Nyampe hostel, ternyata saya bebas milih mau tidur di ranjang yang mana aja. Saya milih yang bagian bawah lah. Ranjang atas? Takur jatuh karena ngga ada sekat pembatas dan ternyata juga ngga ada ladder. Udah pasti saya ngga bakal bisa naik kalo milih yang atas. Nyampe ranjang, saya langsung mandi dan beres-beres.
Saya sengaja milih kamar yang mixed female and male. Kenapa? Karena berdasarkan pengalaman, sekamar dengan cowok itu bakalan jauh lebih asyik dibandingkan sekamar dengan cewek. Jika sekamar dengan cowok, pas waktu saya tidur, mereka belum pulang. Pas saya bangun, mereka masih tidur dan kemungkinan besar masih mabuk. Jadi saya bebas mau ngapa-ngapain. Kalau sekamar dengan cewek, baru jam 10-an, lampu kamar udah harus dimatiin. Udah gitu, kalo mau pergi malam, mereka dandannya ribet abis. Berisik. Udah gitu kalo pagi-pagi saya berisik karena mau pergi, seringnya dimarahin karena ganggu tidur mereka. Repot.
Yah, itu lah malam pertama saya di Rotterdam. Oh ya, saya juga sudah beli provider Lebara yang direkomendasikan oleh teman. ;)
Kiki
0 comments