Dari International Conference on International Relation, Mampir ke Sidoarjo, Sampai Dikejar Rombongan Zombi di atas Jembatan di Sungai Vistula
By Miss Rain - 18.53
Di suatu Hari Sabtu pagi yang cerah, saya dan Kinan, teman satu asrama yang juga anak EM dari Indonesia memutuskan untuk hadir di konferensi HI. Berhubung tema pas waktu itu lingkungan, jadi berangkat lah kami. Kami cuma tahu lokasi konferensinya di Ul. Dobra. Berbekal petunjuk jakdojade, kami pun naik bis dan turun di Dobra. Ternyata oh ternyata, lokasi konferensi ada pas di depan pemberhentian bus sebelumnya. Jadi lah kami berdua jalan kaki balik. Apalagi kaki Kinan yang masih sakit akibat kecelakaan motor di Yogyakarta setahun yang lalu. Jadi lah kami jalan lumayan jauh. Saat itu lah kami melihat bangunan main library UW yang bagus banget. Lokasi konferensi persis di depan bangunan perpustakaan itu. Gedung konferensinya cukup modern minimalis. Ruang konferensinya pun kecil. Tapi sayang oh sayang, kami berdua tidak diperkenankan masuk karena diskusi hari itu tertutup dan hanya diperuntukan untuk peserta konferensi. Kami datang karena pada hari pertama, mahasiswa UW bisa turut serta menghadiri konferensi itu.
Main Library UW yang mengingatkan saya pada Ciwalk
Habis ditolak masuk, kami memutuskan untuk naik bus apapun dan terserah sampai di mana pun. Kami punya banya waktu kok. Jadi lah kami naik bus pertama yang datang. Lumayan lah, ini pengalaman yang cukup menyenangkan. Bagaimana tidak? Kami menemukan tempat-tempat baru yang berbeda dari Warsaw yang selama ini kami kenal. Bahkan pemberhentian bus kami pun di daerah antah berantah yang suasananya mirip seperti terminal busway di Bantul, DIY. Di jalan-jalan pun kami menemukan rumah-rumah mungil yang tidak mungkin ditemukan di pusat kota Warsaw. Kami juga menemukan daerah ladang pertanian yang beberapa diisi dengan tanaman jagung. Lalu, kami juga menemukan pusat industri Warsaw. Daerah yang penuh dengan pabrik. Mirip Sidoarjo, tapi minus Lumpur Lapindo.
Saya bagi beberapa foto yang saya ambil dari dalam bus.
Ladang jagung dan rumah
Ladang jagung dan pusat industri
Gereja yang mungil dan cantik
Di akhir, kami bahkan ngga tahu lagi kami ada dimana. Berhubung bosan dengan pemandangan pabrik-pabrik (dan musnahlah anggapan kami bahwa Warsaw itu cantik dan elegan), kami memutuskan untuk kembali ke DW. Centralny, Warsaw Railway Station. Kami ada janji untuk turut serta dalam Monthly Gathering orang-orang Indonesia di Warsaw. Kami naik trem ke rumah tempat pertemuan. Berbekal jakjojade lagi, kami ngacir ke lokasi kejadian. Lagi, lagi (dan mungkin bakalan lagi) kami turun kejauhan. Jadi lah kami menyusuri jalan kami menemukan apartemen nomor 11. Kami berdua menemukan apartemen nomor 10 dan 12 yang bersebelahan. Masalahnya, tidak ada apartemen nomor 11. Di seberang jalan, sudah beda nama. Bukan jalan yang kami cari. Apalagi, orang-orang lokal yang kami tanyai juga tidak tahu keberadaan apartemen yang kami maksud. Bodohnya lagi, kami ngga tahu bakalan berkunjung ke rumah siapa, jadinya ngga bisa telepon pihak yang bersangkutan. Kami sempat berfikir ini mirip peron di Buku Harry Potter. Apartemen nomor 11 ada di antara apartemen nomor 10 dan 12. Hahahaha.....
Bingung mau gimana lagi, akhirnya kami menyusuri sepanjang jalan dan akhirnya sampai lah kami di lokasi pertemuan. Tempatnya ternyata ada di ujung jalan. Jadi kami salah turun. Harusnya kami turun di perempatan pertama, bukan yang kedua. Ini seperti naik bis nomor 7, dan harus turun di Toga Mas, tapi kamu malah turun di Pasar Demangan. Begitulah.
Pas ngumpul bareng teman-teman setanah air, senang sih. Bisa makan makanan yang udah dikangenin banget. Acaranya juga rame dan ketemu banyak teman baru. Lalu itu pertama kalinya saya nemu kucing di Polandia.
Ima, cuma dapat foto sebiji doang. Kucingnya jalan-jalan terus sih.
Rampung acara PPI, Kinan memutuskan buat ikutan acara party anak-anak ESN (Erasmus Student Network) di 1500m2 club (club ini sepertinya sangat populer, karena sering jadi rujukan tempat pesta anak2 UW. Di kemudian hari pun saya berkesempatan ke sana.). Waktu itu saya dan Kinan berhenti di atas jembatan dekat Rondho Washingtona. Berdasarkan peta, kami harus turun ke bawah jembatan. Saat itu, kami berbarengan dengan dua orang mbak-mbak yang sepertinya juga akan menghadiri party di tempat yang sama (mereka bilangnya sih gitu), tapi entah kenapa malah menghilang di tengah jalan. Atau mereka nyasar juga. Entah lah. Setelah naik turun jembatan beberapa kali dan kembali terus-terusan ke tempat semula, kami pun memutuskan pulang. Kami akhirnya berjalan di atas jembatan menuju Warsaw. Pemberhentian yang kami tuju ada persis di tengah jembatan Sungai Vistula (Wisla).
Malam itu di atas jembatan berdua saja dengan Kinan agak menyeramkan. Entah kenapa jalanan sepi sekali. Tidak ada kendaraan yang lewat. Waktu itu kami menganggap itu pemandangan yang umum terjadi tengah malam. Kami hanya bertemu dengan gerombolan orang-orang mabuk yang nari-nari di depan kami. Kami syok. Mau lari juga ngga mungkin, apalagi mereka bawa minuman keras gitu. Untung lah mereka segera pergi.
Sekitar 15 menit kemudian, kami ngga sengaja menengok ke belakang. Dari arah belakang yang tadinya sunyi dan sepi sendiri, tiba-tiba muncul gerombolan orang. Bukan hanya geromblan. Tapi ada sekitar orang yang berjalan ke arah kami. Semuanya berpakaian hitam-hitam, berjalan bersama-sama, dan seolah-olah tiada akhir. Kami kaget sekali. Saya coba teriak, "Kinan, lihat belakang! Siapa orang-orang itu? Tadi mereka ngga ada kan? Kita dikejar zombie! Kinan, kita dikejar zombie. Mereka zombie kan? Jalannya sama gitu. Bajunya juga hitam-hitam gitu. Kalo kita dibunuh piye? Ayo lari!!!!!" Saya panik luar biasa. "Mbak, aku ngga bisa lari e. Ya udah, kalo emang dibunuh ya terpaksa aku harus menyerahkan diri." Kinan juga mulai jalan cepet.
Begini suasananya :
Dari sepi begini
Jadi muncul ribuan orang semacam ini
Berhubung jalan kami lambat (dibandingkan kumpulan zombie itu), kami pun tersusul oleh mereka. Awalnya takut banget. Tapi setelah beberapa orang sudah melewati kami dan kami yakin bahwa mereka manusia, kami mulai tenang dan mulai memikirkan analisis selanjutnya. "Mereka ini orang-orang dari Praga (daerah sebelah timur Sungai Vistula) yang boyongan ke Warsaw ya? Kenapa? Apa ada gempa di Praga? Atau Praga sudah terkontaminasi suatu zat berbahaya, sehingga orang-orang pada pindah ke barat? Ledakan raktor nukli? Poland punya nuklir ngga sih?" Analisis mulai aneh-aneh. Saya pun bertanya pada seorang ibu yang berjalan cepat. Jawabannya cuma, "We live in Warsaw." Haaahhhhh? Kami bingung. Iya, saya juga tinggal di Warsaw terus apa masalahnya?
Tiba di ujung jembatan kami melihat para polisi mengamankan jalan. Ada pula ambulan. Bis dan trem yang lewat jalan itu tidak beroperasi sama sekali. Saya menyimpulkan ada kecelakaan. Jadi jalur dialihkan. Rombongan orang itu adalah orang-orang yang menunggu trem yang karena jalurnya dialihkan atau tidak beroperasi, terpaksa jalan kaki. Kinan lain, dia memutuskan bertanya pada polisi. Jawabannya, "Orang-orang itu baru pulang menonton air gear dari Inggris yang diadakan di Stadium Narodowe." Oalah... pantes banyak amat. Orang satu stadion masuk jembatan semua.
Jadi lah kami berdua meneruskan jalan ke Foksal, dekat Centrum, pemberhentian bus terdekat dari situ. Saat itu lah, dikawasan Nowy Swiat, kami melihat banyak anak-anak muda Warsaw yang sedang berpesta. Bar dan kafe penuh. Bahkan jalanan pun penuh. Suasananya ramai sekali. Apa karena malam minggu ya? Atau malam minggu terakhir sebelum masuk kuliah kembali? Entah lah. Beberapa kali, kami bahkan menemukan beberapa limousin yang berhenti di jalanan Warsaw. Sepertinya, malam itu, semua orang di Warsaw keluar untuk pesta.
Entah kenapa jalanan ini penuh orang
Salah satu limousin yang berhasil kefoto
Jadi meskipun malam itu saya ngga pernah nyampe ke club-nya, tapi lumayan lah merayakan suasana malam Warsaw. Deg-degannya itu lho!
Warsawa sudah masuk musim gugur. Namun kok ya saya belum cerita bagaimana indahnya Warsaw pas saya pertama kali datang ke sini. Semoga ini belum terlambat.
Saya pernah cerita kan betapa ribetnya saya pas hari pertama datang ke sini. Di tengah keribetan seperti itu saja saya berfikir bahwa Warsaw ini cantik sekali (iya tahu, waktu itu hujan dan seringnya hujan mengacaukan otak). Waktu itu, saya berfikir Warsaw itu seperti gadis jelita yang rupawan namun malu-malu. Dia akan menundukan wajahnya saat bertemu pandang dengan orang. (Iya, beneran. Saya sudah cek ke beberapa teman, buat mereka, Warsaw memang gadis jelita yang malu-malu).
Jalan dekat kampus
Palac Kultur i Nauki
Pemandangan depan gerbang kampus (waktu itu sedang ada demo buruh)
Pertunjukan drama di pinggir jalan oleh mahasiswa Studi Humaniora
Istana Presiden
Warsaw di waktu malam (sebenarnya ini depan kampus)
Depan kampus waktu siang
Sepeda yang disewakan di Warsaw
Langit yang entah kenapa saat itu biru banget
Konser Chopin di Lazienki Park
Lupa ini di mana
"Kita ngga bisa lho terus-terusan cuma mengejar apa yang kita sukai. Kita ngga bisa lho berharap melakukan apa yang kita suka. Kita sudah dewasa. Kita harus melihat realita. Kita ngga bisa main-main terus. Jadi meski ngga menyenangkan, kadang kita mesti melakukan apa yang memang seharusnya kita lakukan, bukan apa yang kita suka saja."
Seorang sahabat pernah berkata seperti itu kepada saya, beberapa tahun yang lalu. Saya lupa situasi dan kondisi kenapa sahabat saya sampai berkata seperti itu. Tapi saya ingat jelas kata-kata itu. Iya sih, dia benar. Tapi saya juga ingat kata-kata (entah Einstein atau Da Vinci) bahwa orang yang paling bahagia ialah orang yang mendapatkan uang dari apa yang dia sukai dan menghabiskan uang untuk apa yang dia sukai. Lha jadi saya harus terus mengejar apa yang saya sukai atau ngga?
Jawaban saya jelas dan tegas sih. Saya akan mengejar apa yang saya suka. Kenapa? Bukan karena Einstein, Da Vinci, atau orang lain, tapi demi saya sendiri. Saya punya penyesalan pribadi yang cukup besar. Meski saya sering bilang, ini sudah takdir saya. Kalau saya tidak begini, saya ngga akan mungkin bertemu dengan sahabat-sahabat saya, mengalami banyak hal menyenangkan. Tapi kadang saya juga berfikir, bagaimana kira-kira hidup saya kalau saja pada waktu itu saya berani sedikit lebih ngotot. Kalau saja saya berhasil menyingkirkan rasa takut yang datang. Hidup saya pasti akan sangat berbeda sekali. Itulah kenapa saya selalu harus memperjuangkan apa yang saya yakini, paling tidak sekali. Jadi, di masa depan, saya bisa menertawakan semua kebodohan dan kegagalan saya, bukannya menyesali hal-hal yang tidak saya lakukan.
Idealnya sih begitu. Tapi ternyata masalahnya tidak berhenti sampai di situ. Saya sendiri bingung dengan apa yang suka. Apa yang saya suka sih sebenarnya? Ngga tahu. Apakah tidak masalah jika saya mencoba banyak hal baru setelah itu memutuskan suka atau tidaknya? Buang waktu ngga sih?
Dulu, saya berfikir karena saya peduli dengan lingkungan, maka saya pasti bisa dan suka jika belajar tentang lingkungan. Setelah satu tahun, iya sih saya suka, tapi ternyata tidak semuanya saya suka. Ada beberapa hal yang membuat saya super bingung bahkan sakit hati. Suka saja tidak cukup. Lalu saya mencoba realistis. Oke, saya jalani. Tapi apa benar ini yang saya inginkan?
Saya bingung lagi. Demi mencari tahu, saya mendaftar program Psikologi di Uniwersytet Warszawski, saya diterima dengan beasiswa Erasmus Mundus. Setelah sampai di sini pun ternyata saya juga tak kunjung menemukan apa yang benar-benar saya suka dan ingin saya lakukan. Lagi-lagi saya bingung. Saya memilih mata kuliah hanya berdasarkan apa yang saya suka. Apakah saya masih bermain-main sekarang?
Ini mata kuliah yang saya ambil untuk semester ini :
1. Biological Bases Behavior (4 ECTS)
2. Fashion, Beauty, and Fame - the Psychology of Being Fabulous (1 ECTS)
3. Professional Ethics in Applied and Experimental Psychology (4 ECTS)
4. Psychology and Popular Culture (4 ECTS)
5. Psychology of Love (3 ECTS)
6. Psychology of Religion (2 ECTS)
7. Social Dilemma and Justice (4 ECTS)
8. Visual Percetion of Film and Media (3 ECTS)
9. Energy Security : Main Challenges for Poland and Europe (4 ECTS)
10.Tango Argentynskie (0,5 ECTS)
11. Balroom Dancing (0,5 ECTS)
Iya sih kalau melihat mata kuliah yang memang random banget gitu, kelihatannya memang saya main-main. Tapi kalau melihat bahwa saya mengambil full 30 ECTS dan 11 mata kuliah, itu jelas ngga main-main. Rata-rata, anak-anak Erasmus hanya mengambil 6-7 mata kuliah karena mereka full time traveller and part time student. Dan lagi, saya memang niat buat serius kuliah kok. Iya sih, saya sudah merencanakan banyak travelling. Tapi saya bertekad ngga akan bolos kuliah. Saya hanya akan jalan-jalan saat libur. Untunglah jadwal kuliah saya lumayan aneh. Karena jurusan psikologi di sini sudah internasional, jadi banyak dosen-dosen dari universitas lain di Eropa yang mengajar. Akibatnya, jadwal kuliah saya sangat aneh. Saya hanya kuliah 3 hari untuk Bulan Oktober ini. Untuk Bulan Desember - Januari, saya akan kuliah setiap hari dari pagi sampai malam. Gila memang.
Nah, meski niat serius, sebenarnya saya bingung juga bagaimana saya mempertanggung jawabkan mata kuliah yang saya ambil itu. Misalnya saja kepada koordinator home atau host university, EU yang ngasih duwit, atau Tuhan. Gimana ya? Random gitu sih. Tiba-tiba aja saya kepikiran adegan pada saat saya mempertanggung jawabkan mata kuliah yang saya ambil.
Pelaku : T - entah siapa, bisa koordinator, pihak dari EU, atau siapa pun.
K- saya
Lokasi : Ruang kerja T
Setting : T dan K duduk berhadapan.
T : Wah kamu ngambil banyak mata kuliah ya?
K : Iya.
T : Kamu ngambil tango dan balroom dance ya?
K : Ah, itu bagian dari Physical Education. Sejak dulu saya ingin menari, jadi selagi ada kesempatan, saya ambil saja.
T : Ok. Kamu ngambil Energy Security juga ya?
K : Iya, Itu kan sesuai dengan bidang saya, lingkungan. Itu kan studi saya di Indonesia.
T : Social dilemma and justice?
K : Itu sangat terkait dengan lingkungan. Kadang kala masalah lingkungan itu menjadi dilema di masyarakat. Misalnya saya mengenai common property right.
T : Kamu ngambil etika eksperimen juga ya? Kenapa? Bukan ambil yang kuantitatif atau kualitatif saja?
K : Karena bisa jadi penelitian saja eksperimen dengan subjek manusia. Jadi saya harus belajar eksperimen juga. Saya juga mempelajari Biological Bases Behavior karena ternyata banyak perilaku kita yang dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis. (agak bingung karena sepertinya ngga nyambung).
T : (mengerutkan kening) Psychology and Popular Culture?
K : Ehmmm..... (bingung) Saya pikir kita mempelajari lingkungan juga harus mempelajari popular culture. Bukan hanya mempelajari budaya masyarakat di remote area yang masih dekat dengan alam saja. (ngga yakin).
T : The Psychology of Being Fabulous?
K : Mata kuliah itu mempelajari fashion juga. Saya pikir, industri kecantikan, fashion, dan sejenislah yang kadang kala mengorbankan lingkungan. (jawaban mulai random dan menyimpang).
T : Psychology of Religion?
K : (Garuk-garuk kepala) Saya berfikir mungkin faktor religius bisa membantu masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan.
T : Visual Perception of Film and Media?
K : Mungkin pendekatan menggunakan film bisa lebih efektif untuk kampanye lingkungan.
T : Maksudnya kamu mau bikin film tentang lingkungan?
K : Ehh, ngga juga sih. (panik banget)
T : Psychology of Love?
K : Waduh.... (ngga tahu mesti ngomong apa)
T : Hah? (mulai mengintimidasi)
K : Ehmmmm...... Ngga tahu. Kayaknya bagus. (dilempar asbak)
Yah, meski mata kuliah saya random banget, tapi percayalah, mata kuliah-mata kuliah itu memang apa yang saya butuhkan. Biological Bases Behavioral misalnya, ini materi yang benar-benar ingin saya pelajari saat S1 namun agak tidak kesampaian. Materi ini penting karena membahas bagaimana otak manusia berfungsi dan pengaruh faktor lingkungan dan genetik terhadapnya. Lalu Psychology of Religion dan Psychology of Love semoga mendewasakan saya dan juga membantu saya dalam melakukan tugas-tugas perkembangan saya. Percaya lah. Meski terkesan random dan main-main. Kuliah saya akan berguna untuk saya, meski pun juga saya tidak mampu menjelaskan alasan kenapa mata kuliah tersebut saya ambil. Saya punya alasan kok. Meski pun menyimpang dari bidang ilmu saya. Ini akan membantu saya tumbuh. Semoga ya?
Ngomong-ngomong saya juga ngga terlalu random atau ngawur banget kok. Buktinya, saya ngga jadi ngambil belly dance tuh. Saya nyadar kok kalo perut saya gendut. ;)
Selanjutnya, saya harus rileks dan tidak terlalu serius dengan hidup saya. Susah sih. Tapi karena teman-teman saya banyak yang ngomong kalo saya terlalu serius. Bahkan pasangan tango saya (yang baru sekali ketemu saya) bilang saya terlalu serius dan sering bilang, "You have to relax. You hold my hand too tight." Ups... sorry. T_T (jadi mikir harusnya saya ikut kelas yoga saja.)
K : Iya.
T : Kamu ngambil tango dan balroom dance ya?
K : Ah, itu bagian dari Physical Education. Sejak dulu saya ingin menari, jadi selagi ada kesempatan, saya ambil saja.
T : Ok. Kamu ngambil Energy Security juga ya?
K : Iya, Itu kan sesuai dengan bidang saya, lingkungan. Itu kan studi saya di Indonesia.
T : Social dilemma and justice?
K : Itu sangat terkait dengan lingkungan. Kadang kala masalah lingkungan itu menjadi dilema di masyarakat. Misalnya saya mengenai common property right.
T : Kamu ngambil etika eksperimen juga ya? Kenapa? Bukan ambil yang kuantitatif atau kualitatif saja?
K : Karena bisa jadi penelitian saja eksperimen dengan subjek manusia. Jadi saya harus belajar eksperimen juga. Saya juga mempelajari Biological Bases Behavior karena ternyata banyak perilaku kita yang dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis. (agak bingung karena sepertinya ngga nyambung).
T : (mengerutkan kening) Psychology and Popular Culture?
K : Ehmmm..... (bingung) Saya pikir kita mempelajari lingkungan juga harus mempelajari popular culture. Bukan hanya mempelajari budaya masyarakat di remote area yang masih dekat dengan alam saja. (ngga yakin).
T : The Psychology of Being Fabulous?
K : Mata kuliah itu mempelajari fashion juga. Saya pikir, industri kecantikan, fashion, dan sejenislah yang kadang kala mengorbankan lingkungan. (jawaban mulai random dan menyimpang).
T : Psychology of Religion?
K : (Garuk-garuk kepala) Saya berfikir mungkin faktor religius bisa membantu masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan.
T : Visual Perception of Film and Media?
K : Mungkin pendekatan menggunakan film bisa lebih efektif untuk kampanye lingkungan.
T : Maksudnya kamu mau bikin film tentang lingkungan?
K : Ehh, ngga juga sih. (panik banget)
T : Psychology of Love?
K : Waduh.... (ngga tahu mesti ngomong apa)
T : Hah? (mulai mengintimidasi)
K : Ehmmmm...... Ngga tahu. Kayaknya bagus. (dilempar asbak)
Yah, meski mata kuliah saya random banget, tapi percayalah, mata kuliah-mata kuliah itu memang apa yang saya butuhkan. Biological Bases Behavioral misalnya, ini materi yang benar-benar ingin saya pelajari saat S1 namun agak tidak kesampaian. Materi ini penting karena membahas bagaimana otak manusia berfungsi dan pengaruh faktor lingkungan dan genetik terhadapnya. Lalu Psychology of Religion dan Psychology of Love semoga mendewasakan saya dan juga membantu saya dalam melakukan tugas-tugas perkembangan saya. Percaya lah. Meski terkesan random dan main-main. Kuliah saya akan berguna untuk saya, meski pun juga saya tidak mampu menjelaskan alasan kenapa mata kuliah tersebut saya ambil. Saya punya alasan kok. Meski pun menyimpang dari bidang ilmu saya. Ini akan membantu saya tumbuh. Semoga ya?
Ngomong-ngomong saya juga ngga terlalu random atau ngawur banget kok. Buktinya, saya ngga jadi ngambil belly dance tuh. Saya nyadar kok kalo perut saya gendut. ;)
Selanjutnya, saya harus rileks dan tidak terlalu serius dengan hidup saya. Susah sih. Tapi karena teman-teman saya banyak yang ngomong kalo saya terlalu serius. Bahkan pasangan tango saya (yang baru sekali ketemu saya) bilang saya terlalu serius dan sering bilang, "You have to relax. You hold my hand too tight." Ups... sorry. T_T (jadi mikir harusnya saya ikut kelas yoga saja.)
Sabtu kemarin, pada akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan ke Hutan Kabacki (Los Kabacki), salah satu hutan terbesar yang ada di Warsaw. Hutan ini terletak di pinggiran kota Warsaw. Maksudnya sih mumpung belum musim dingin, daun-daunnya masih banyak. Siapa tahu juga jalan-jalan ke hutan bisa menenangkan jiwa saya yang sedang berduka karena baru saja mendapatkan dua kabar yang kurang menyenangkan dari tanah air.
Hutannya sih biasa aja, malah agak kayak Ngawi gitu suasana. Saya malah merasa bagusan hutan di Gunung Kidul, tempat saya KKN dulu. Tapi hutannya terawat sekali. Lalu yang paling asyik itu Botanical Garden yang bersebelahan dengan hutan tersebut. Saya bagi deh foto-fotonya.
Sumpah ini bukan di Ngawi atau Garut.
Mirip Valley of Flowers, Tibet kan?
Fall in Warsaw