Beberapa waktu yang lalu, Mas A, teman yang biasa nemenin saya ke lapangan datang ke kantor dan mengabarkan penemuan patung batu yang dicurigai dari masa Hindu Budha. Ini bukan hal pertama Mas A menemukan benda-benda kuno. Sebelumnya, Mas A sempat memberitahukan bahwa dia menemukan banyak pecahan gerabah sisa masa lalu yang berserak di ladang warga di tepi hutan. Memang sih, pekerjaan Mas A mencari benda-benda yang diduga cagar budaya wilayah ini.
Nah, saya kan penasaran, kok bisa sih Mas A ini banyak sekali menemukan benda-benda yang diduga cagar budaya. Padahal saya, yang sering kelayapan ini sekalipun ngga pernah nemu yang namanya benda-benda tempo dulu. "Lha, kamu ngga nyari. Kalo kamu nyari, pasti akan ketemu." Itu Jawaban Mas A pas saya tanya. Jadi, untuk menemukan benda-benda cagar budaya, saya harus mencari.
Saya sering diskusi sama si Mas A ini, karena pekerjaan kami sama-sama ke lapangan. Nah, suatu ketika, saya sempat nanya, benda-benda itu kan ada, tergeletak di alam terbuka. Kok ngga ada warga yang mengambil. "Ngga ngerti. Ngga paham." Itu hanya jawaban Mas A. Mungkin masyarakat tak paham bahwa wilayahnya merupakan salah satu pusat pemerintahan di masa lampau.
Nah, saya jadi berfikir apakah selama ini saya ngga mernah menemukan benda-benda yang diduga cagar budaya itu karena ngga pernah mencari. Saya memang rajin kelayapan sih. Tapi kelayapan tak tentu arah ke mana arah angin memanggil. Bukan kelayapan yang fokus untuk tujuan tertentu. Makanya saya ngga pernah nemu arca, lingga, yoni, makam kuno, atau apa pun.
Lalu perihal hidup, apakah saya belum menemukan karena saya tidak mencari? Jika saya harus mencari, apa yang saya cari? Ke mana saya harus mencari?
Sudah lewat 4 tahun, namun pertanyaan saya tetap sama. Apa yang harus saya cari dalam hidup?
Sekarang, Mas A datang lagi ke kantor dan kembali menemukan arca yang diduga Parvati dari sekitar tahun 1700-an atau 1800-an. Mas A juga menjelaskan bahwa dia menemukan patung itu berdasarkan penelusuran melalui dokumen-dokumen kuno. Demi mencari benda-benda cagar budaya, Mas A yang tidak memiliki pendidikan sejarah atau arkeologi ini akhirnya belajar otodidak bukan hanya sejarah dan arkeologi, namun juga bahasa-bahasa kuno agar dapat membaca dokumen-dokumen kuno. Sebuah pencarian yang penuh dedikasi.
Saya? Saya juga berharap seperti Mas A. Tahu apa yang saya cari dan dengan penuh dedikasi dan kerja keras mengejarnya.
Kiki
ps. Tuhan, saya nyari apa sih? Mbok saya dibisiki. :)
Lalu perihal hidup, apakah saya belum menemukan karena saya tidak mencari? Jika saya harus mencari, apa yang saya cari? Ke mana saya harus mencari?
Sudah lewat 4 tahun, namun pertanyaan saya tetap sama. Apa yang harus saya cari dalam hidup?
Sekarang, Mas A datang lagi ke kantor dan kembali menemukan arca yang diduga Parvati dari sekitar tahun 1700-an atau 1800-an. Mas A juga menjelaskan bahwa dia menemukan patung itu berdasarkan penelusuran melalui dokumen-dokumen kuno. Demi mencari benda-benda cagar budaya, Mas A yang tidak memiliki pendidikan sejarah atau arkeologi ini akhirnya belajar otodidak bukan hanya sejarah dan arkeologi, namun juga bahasa-bahasa kuno agar dapat membaca dokumen-dokumen kuno. Sebuah pencarian yang penuh dedikasi.
Saya? Saya juga berharap seperti Mas A. Tahu apa yang saya cari dan dengan penuh dedikasi dan kerja keras mengejarnya.
Kiki
ps. Tuhan, saya nyari apa sih? Mbok saya dibisiki. :)