Tahun ini, kado ulang tahun kemerdekaan kita sungguh istimewa. Dua ekor badak jawa (Rhinoceros sondaicus) atau lebih dikenal sebagai badak bercula satu telah lahir di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Dua anak badak jawa tersebut berjenis kelamin jantan dan betina dan diberi nama Luther dan Helen. Hingga Agustus tahun 2020 ini, jumlah populasi badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon berjumlah 74 ekor dengan 40 jantan dan 34 betina. Jumlah tersebut juga terdiri dari 15 individu badak jawa pada rentang usia anak dan 59 pada rentang usia remaja-dewasa.1
Kelahiran kedua anak badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon tersebut menunjukkan bahwa kondisi habitat badak jawa di sana masih terjaga baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya perkembangbiakan alami. Tentu saja ini memberikan harapan yang cukup besar bagi kelangsungan hidup badak jawa dan spesies hewan langka lainnya di Indonesia. Di samping badak jawa, Taman Nasional Ujung Kulon ini juga merupakan habitat dari banteng, merak hijau, elang jawa, macan kumbang, dan bahkan ada dugaan harimau jawa masih hidup di sini.
Data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List tahun 2008 memasukkan badak jawa sebagai salah satu spesies yang populasinya sangat kritis. Pada tahun 2008, jumlah individunya hanya sekitar 46 sampai 66 ekor.2 Tahun 2020, dua belas tahun kemudian, jumlah individunya hanya bertambah 8 ekor saja menjadi 74 ekor.
Usia badak jawa ketika hidup di alam liar mencapai sekitar 35-40 tahun. Badak betina mencapai kematangan seksual pada usia 3-4 tahun. Badak jantan mencapai kematangan seksual pada usia 6 tahun. Badak betina kemungkinan membutuhkan waktu sekitar 16-19 bulan untuk hamil. Interval kelahiran spesies ini sekitar 3-4 tahun. Setelah itu, mereka akan mengasuh anak mereka sampai usia 2 tahun. Inilah yang membuat populasi badak jawa sulit untuk bertambah.
Badak jawa merupakan hewan yang senang menyendiri. Mereka hanya bergerombol ketika badak jantan dan betina muda mengasuh anak. Salah satu camera trap yang dipasang di Taman Nasional Ujung Kulon pernah menangkap 3 badak jawa yang kemungkinan besar merupakan ayah, ibu, dan anak sedang berjalan-jalan bersama di wilayah teritorial mereka. Wilayah teritorial badak jawa jantan mencapai 12 sampai 20 kilometer persegi, sedangkan badak jawa betina hanya 3 sampai 14 kilometer. Saat ini, mereka hidup di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon seluas 122.956 ha (443 kilometer persegi di antaranya adalah laut). Pada area tersebut, mereka harus berbagi wilayah dengan banteng, macan kumbang, dan binatang-binatang lainnya.
Makanan utama badak jawa ini adalah tunas, daun-daun muda, ranting, dan buah-buahan yang jatuh ke tanah. Dalam satu hari, seekor badak jawa rata-rata membutuhkan makanan sekitar 50 kilogram. Tidak ada perbedaan fisik yang mencolok antara badak jawa jantan dan betina. Keduanya rata-rata memiliki bobot 900 sampai 2.300 kg.
Meskipun wilayah Taman Nasional Ujung Kulon cukup luas, namun ada beberapa ancaman terhadap spesies badak jawa di sana, yaitu:
- Kompetisi dalam mencari makanan dan perebutan wilayah teritorial antara badak dengan banteng yang banyak hidup di sana.
- Akibat jumlah spesiesnya yang kecil, kemungkinan dapat terjadi perkawinan sedarah yang menyebabkan keturunan badak jawa menjadi cacat dan kurang mampu bertahan hidup.
- Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon dikelilingi laut, sehingga pengawasan sulit dilakukan. Pemburu bisa datang kapan saja dari laut yang terbuka.
- Habitat badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon dekat dengan Gunung Anak Krakatau. Pada tahun 19883, meletusnya Gunung Krakatau telah menyebabkan gelombang tsunami besar di pulau Jawa dan Sumatera serta kabut hitam tebal yang bahkan terlihat sampai ke Benua Eropa. Ketika penulis berkunjung ke Taman Nasional Ujung Kulon bulan Agustus 2018 lalu, Gunung Anak Krakatu ini selalu mengeluarkan bunyi letusan-letusan kecil tiap beberapa menit sekali. Pada Desember 2018, longsoran bawah laut akibat letusan Gunung Anak Krakatau menyebabkan gelombang tsunami sepanjang 313 kilometer garis pantai selat Sunda yang juga meliputi kawasan Taman Nasional Ujung Kulon ini. Bahkan di Tanjung Lesung, pintu masuk Taman Nasional Ujung Kulon ini, gelombang tsunami mencapai tinggi hingga lebih dari 5 meter.
- Semakin sempitnya habitat asli badak jawa akibat penggunaan atau alih lahan oleh manusia.
- Pemburu yang masuk ke Taman Nasional Ujung Kulon untuk menangkap burung dan mengambil madu hutan. Meskipun tidak bertujuan untuk menangkap badak jawa atau mengambil cula mereka, namun keberadaan pemburu ini juga mengancam populasi badak jawa dan binatang lainnya yang dilindungi di Taman Nasional Ujung Kulon.
- Tanaman langkap atau palem-paleman (Arenga obtusifolia) yang tumbuh secara invasif di Taman Nasional Ujung Kulon. Tanaman langkap ini mengambil tempat tumbuh tanaman-tanaman lain yang merupakan makanan badak jawa.
Taman Nasional Ujung Kulon sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi semua ancaman terhadap populasi badak jawa tersebut. Mereka memasang hampir 100 camera trap untuk mengawasi dan memonitor kehidupan badak jawa di habitat aslinya. Mereka juga memangkas tanaman langkap yang tumbuh terlalu masif di sana. Di samping itu, setiap bulan, mereka juga menurunkan 4 tim Rhino Monitoring Unit (RMU). Satu tim Rhino Monitoring Unit terdiri dari 5 orang. Tugas tim Rhino Monitoring Unit adalah untuk mengecek dan mengganti camera trap di lokasi yang berbeda, mengobservasi jejak-jejak, kotoran, dan makanan badak jawa serta tanda-tanda keberadaan hewan-hewan lainnya, dan juga membabat tanaman langkap yang tumbuh invasif. Tim-tim Rhino Monitoring Unit ini akan menjelajah seluruh kawasan Taman Nasional Ujung Kulon selama hampir dua minggu tiap bulan.
Badak jawa yang hidup di Taman Nasional Ujung Kulon merupakan satu-satunya jenis badak bercula satu yang masih ada sampai sekarang. Saudaranya, badak bercula satu yang lebih besar dan hidup di India, telah lama punah. Badak sendiri telah mendiami bumi sekitar 50 juta tahun. Masa yang sama dengan Komodo. Akibat adanya perburuan dalam 100 tahun ini, populasinya turun drastis. Di samping itu, cula badak pun harganya sangat mahal untuk dijadikan obat. Jadi, mari kita jaga dan lestarikan badak jawa yang merupakan satu-satunya spesies badak bercula satu yang masih ada di bumi ini. Punahnya satu spesies akan menimbulkan efek domino yang besar pengaruhnya pada makhluk hidup dan lingkungannya.
Sumber:
1 http://www.ujungkulon.org/berita/316-dua-anak-badak-jawa-lahir-di-taman-nasional-ujung-kulon