Sumber gambar detikcom
Saya tinggal di Ngawi, Jawa Timur. Ada yang berubah dari tempat saya tinggal selama lima tahun ini. Salah satu yang paling mencolok, kami punya jalan tol. Jika anda tinggal di Jakarta, Bandung, atau Semarang, jalan tol mungkin hal yang biasa. Tapi untuk kami di Ngawi, jalan tol adalah hal baru. Banyak yang tidak pernah melihat wujud atau membayangkan bagaimana bentuk jalan tol ini.
Pada awal pembangunan jalan tol Trans Jawa, orang-orang di lingkungan saya sudah ribut tanah-tanah mana saja yang akan dilewati jalan tol dan berapa ganti rugi yang didapatkan. Menurut cerita, tanah-tanah tersebut dibeli dengan harga cukup tinggi untuk standar harga tanah di Ngawi. Bahkan ada banyak orang yang menawarkan tanahnya untuk dibeli meskipun tidak dilewati jalan tol. ;)
Selesai perkara tanah, mulailah pembangunan. Ini adalah waktu-waktu yang sangat menyebalkan untuk kami. Setiap berangkat dan pulang sekolah atau kerja, kami selalu berpapasan dengan truk-truk besar pengangkut material pembangunan jalan tol. Jalanan desa yang biasanya sepi, tiba-tiba menjadi ramai dan bahkan macet. Truk-truk besar bermuatan penuh itu juga menyebabkan aspal di jalanan menjadi rusak. Jalanan kami penuh lubang. Jadi sangat berbahaya sekali berkendara di sana, terutama pada musim penghujan. Untunglah semua jalanan yang rusak ini kembali diperbaiki setelah proyek tol selesai. Pada musim kemarau, debu-debu dari proyek pembangunan tol juga membuat udara menjadi sesak. Kami harus menahan semua kekesalan ini selama kurang lebih dua tahun.
Pada akhirnya, jalan tol Solo - Madiun yang melalui wilayah saya telah selesai dibangun. Pada saat itu, banyaklah kekaguman yang muncul dari orang-orang desa kami terkait pembangunan jalan tol ini. Orang-orang tua biasanya berkata,"Kok bisa ya bangun jalan segini besarnya dalam waktu singkat." atau "Ini hanya mobil saja yang boleh lewat? Kalau kendaraan roda tiga bermesin gitu gimana? Bisa lewat tidak?" Banyak pertanyaan dan pendapat konyol muncul. Kami semua penasaran.
Pada saat jalan tol Trans Jawa ini belum dibuka karena pembangunan di area Nganjuk dan sekitarnya belum selesai, jalan tol ini dimanfaatkan sebagai jalan umum oleh orang-orang sekitar. Bahkan, pada saat pagi atau sore hari, banyak anak-anak remaja yang nongkrong dan berfoto di sekitaran jalan tol. Jika jalan tol sudah dibuka dan berfungsi sepenuhnya, kita dilarang berfoto di jalan tol. Orang-orang yang akan pergi ke sawah pun mampir mencoba jalan tol dengan motor bebek tua mereka. Kami antusias dengan jalan tol baru yang melewati area kami ini.
Akhirnya, jalan tol Trans Jawa dari Kementerian Perhubungan ini secara resmi dibuka oleh Presiden Jokowi sendiri di Madiun. Pembukaannya ramai sekali. Bahkan keramaian acara pembukaannya berlangsung selama beberapa hari. Kami ikut menikmati semua keramaian itu.
Sumber gambar suarasurabayanet
Kebetulan, gerbang tol Madiun adalah pintu tol yang paling dekat dengan lokasi tempat saya tinggal. Sampai saat ini, area di sekitar gerbang tol Madiun terdapat semacam pasar malam yang berisi banyak pedagang kaki lima dan mainan anak. Lokasi berupa tanah lapang sekitar satu hektar memang sengaja disiapkan untuk berjualan. Beberapa tetangga saya ada yang berjualan di sana. Mereka kebanyakan menjual makanan tradisional seperti nasi pecel Madiun, jadah bakar, sego jotos, dan lainnya. Area kaki lima ini berada persis di seberang selatan gerbang tol Madiun. Keberadaan para pedagang kaki lima juga meningkatkan ekonomi masyarakat karena banyak warga yang melewatkan malam mereka dengan duduk-duduk lesehan sekedar minum kopi dan makan pecel sambil melihat kendaraan yang lewat di sekitar gerbang tol Madiun.
Keberadaan jalan tol Trans Jawa ini, terutama karena ada banyak pintu tol yang tersedia di hampir setiap kota yang dilewatinya, juga memudahkan mobilisasi masyarakat. Jika ingin cepat dan malas harus berlama-lama di jalan raya propinsi yang kemungkinan besar macet karena truk-truk atau bis-bis umum, kami akan memilih jalan tol ini. Kami bisa ke luar di gerbang tol mana saja sesuai kota tujuan kami. Jarak Ngawi - Solo yang biasanya ditempuh selama 3 jam lebih lewat jalan propinsi, bisa dilalui hanya dalam waktu dua jam melalui tol. Adanya jalan tol ini juga mengurangi kepadatan dan kemacetan jalan propinsi pada saat mudik lebaran.
Rasanya,
kami juga terhubung dengan kota-kota lain di Jawa Timur, seperti
Nganjuk, Mojokerto, atau Kertosono lebih dekat karena pola pikir kami
jadi berubah,"Oh, kalau ke Mojokerto, nanti masuk tol Madiun, lewat
Nganjuk, Kertosono, langsung bisa turun di Mojokerto." Jalan tol
mendekatkan kekerabatan kami.
Hal penting lainnya dari keberadaan jalan tol dari Kementerian Perhubungan ini bagi masyarakat di wilayah saya ialah konektivitas. Dulu, kami merasa jauh sekali jika harus ke Solo dan Surabaya. Sekarang, rasanya lebih cepat. Kami bisa mengakses fasilitas kesehatan yang lebih baik dan lebih dekat. Jika kami butuh tindakan medis yang tidak tersedia di Madiun dan harus ke Solo atau Surabaya, kami bisa mengaksesnya dengan lebih cepat dan mudah. Bukan hanya akses kesehatan, namun juga pendidikan dan hiburan. Selain membuat jarak makin dekat, jalan tol juga membuat akses akan kehidupan yang merupakan tujuan pembangunan menjadi lebih mudah terpenuhi.