Saya selalu merasa anak-anak atau remaja jaman sekarang keren-keren. Mereka penuh kreativitas. Mereka pun berani menyuarakan suara mereka. Saya ingat sekali, para pendemo yang menuntut pemerintah AS untuk melakukan pembatasan kepemilikan senjata api adalah para remaja. Para remaja pula yang berdemo di gedung putih dan menulis petisi tentang perubahan iklim. Di Indonesia, banyak juga anak-anak dan remaja yang berprestasi di bidang masing-masing, seperti membuat film, wirausaha, maupun sains.
Sumber gambar : Win McNamee via Huffingtonpost.com
Semua prestasi itu tentu saja salah satunya berkat kemajuan teknologi. Semasa SMP, saya ingin sekali menjadi kolumnis di satu majalah remaja pada masa itu (sekitar awal tahun 2000-an), tapi saya tidak tahu bagaimana memulainya. Saya juga tidak tahu ke mana harus bertanya. Apalagi saya hanya tinggal di kampung yang jauh sekali dari Jakarta. Tidak ada orang yang saya kenal yang tahu tentang profesi kolumnis. Semua kolumnis tinggal di Jakarta. Pada waktu itu saya belum kenal internet. Kemana saya harus bertanya?
Hal yang membingungkan saya di atas pasti tidak akan dialami oleh anak-anak jaman sekarang. Ketika dulu pada usia belasan saya masih bingung bagaimana mencari informasi untuk menjadi kolumnis; pada masa kini, Evita Nuh telah menjadi kolumnis untuk satu majalah remaja pada usia 15 tahun. Jujur, saya iri. Akses informasi tanpa batas merupakan salah satu hal yang bisa dinikmati anak-anak jaman ini yang tidak ada pada masa saya anak-anak atau remaja dulu. Jika ada yang ingin menjadi kolumnis, mereka tinggal mencari informasi tentang profesi kolumnis di internet dan selanjutnya mengikuti setiap langkah untuk menjadi kolumnis.
Sumber gambar : Clark and Company via Sciencenewsforstudents.org
Teknologi dan Internet sebagai Pisau Bermata Dua
Teknologi dan internet memegang peran penting dalam kehidupan manusia dewasa ini. Teknologi dan internet telah dimanfaatkan di bidang pendidikan antara lain untuk mencari pengetahuan yang relevan. Beberapa proses belajar mengajar di kelas pun dilakukan dengan bantuan teknologi. Ujian Nasional pun dilakukan dengan sistem daring secara nasional.
Adanya internet membuat informasi menjadi lebih murah dan mudah diakses. Dulu, jika ingin belajar, murid harus memiliki buku, pergi ke perpustakaan, atau bertanya kepada orang lain. Sekarang, dengan adanya internet, informasi tentang pelajaran sekolah pun mudah diakses, bahkan lewat gawai.
Sayangnya, teknologi internet dan juga menimbulkan dampak buruk yang tidak sedikit. Di internet, banyak sekali konten-konten negatif seperti radikalisme, terorisme, pornografi, ujaran kebencian, berita hoaks, dan lainnya. Selain konten-konten negatif tersebut, teknologi juga memiliki dampak negatif yaitu menimbulkan kecanduan. Anak dan remaja yang mengalami kecanduan smartphone ini banyak yang mengalami kesepian karena sedikitnya interaksi mereka dengan orang lain. Selain itu, berinteraksi terus-menerus di dunia maya bisa menimbulkan depresi.
Sumber gambar : Joshua Seong @Veriwell via verywellmind.com
Tahapan Perkembangan dalam Konteks Pendidikan Anak-Anak dan Remaja
Manusia sepanjang hayat mengalami tahap perkembangan fisik, kognitif, dan sosial. Perkembangan tersebut dimulai sejak lahir. Perkembangan fisik anak dimulai dari bayi ketika anak belajar mengangkat kepalanya, menggenggam, merangkak, berjalan, berlari, dan seterusnya. Perkembangan kognitif dimulai ketika anak mulai belajar mengenai diri dan lingkungannya. Perkembangan sosial yaitu ketika anak memulai belajar berinteraksi dengan orang lain di luar dirinya.
Piaget, salah seorang ahli Psikologi Perkembangan membagi perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, yaitu 1) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun) yaitu ketika anak belajar belajar mengenai hal-hal yang terjadi di sekitarnya melalui indera-indera yang dia miliki. 2) Tahap Pra-operasional (2-7 tahun) yaitu saat anak belajar tentang bahasa dan proses berfikir. 3) Tahap Operasional Kongkret (7-11 tahun) yaitu ketika anak belajar penalaran namun masih dalam batasan hal-hal yang kongkret. dan 4) Tahap Operasional Formal (12 tahun ke atas) yaitu saat anak mulai mampu melakukan pemikiran abstrak.
Anak-anak, terutama pada usia sekolah, menyerap apa yang ada di sekelilingnya. Bisa dikatakan bahwa anak-anak belajar setiap saat, tidak hanya di sekolah. Bagaimana anak-anak bersikap, berperilaku, dan berfikir tergantung dari apa yang dia temui sehari-hari. Itulah mengapa peran orang tua menjadi penting bagi anak. Orang tua harus menjadi media belajar anak yang utama. Dalam Teori Belajar Sosial, Bandura menyebutkan bahwa tahapan belajar seseorang adalah observasi, imitasi, dan modelling. Anak-anak biasanya melihat (observasi) perilaku orang lain, misalnya keluarga, teman, atau guru mereka. Selanjutnya, mereka mencontoh (imitasi) mencontoh perilaku tersebut. Selanjutnya, jika terjadi penguatan, maka anak-anak akan terus menerus melakukan perilaku tersebut. Maka, penting sekali bagi orang-orang terdekat anak-anak atau remaja untuk memberikan contoh nilai dan perilaku yang mereka inginkan untuk anak-anak dan remaja miliki. Misalnya, jika ingin anak rajin ibadah, maka sudah seyogyanya orang tua turut pula rajin beribadah. Anak akan melakukan modelling perilaku perilaku orang tuanya. (Kurniawan, 2018)
Perilaku modelling tersebut terutama dilakukan oleh anak-anak pada tahapan operasional kongkret (7-11 tahun). Mereka umumnya langsung begitu saja mencontoh perilaku yang mereka lihat dilakukan oleh orang tua, guru, teman, atau tokoh idola mereka di TV atau dunia maya. Mereka membutuhkan contoh nyata untuk belajar.
Salah satu bentuk tantangan dalam tahap perkembangan anak dewasa ini yaitu adanya teknologi, terutama penggunaan gawai dan internet. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa pada anak-anak di bawah 3 tahun yang terpapar internet, mereka mengalami perlambatan pada perkembangan motorik dan bicara. Hal tersebut terjadi karena anak pada usia di bawah 3 tahun yang biasanya mengembangkan ketrampilan fisik seperti merangkak, menggenggam, berlari, dan lainnya; lebih memilih hanya menggengngam gawai terus-menerus. Selain itu, kecanduan gawai juga menyebabkan ketrampilan sosial anak berkurang karena anak kurang berinteraksi dengan manusia lainnya.
Salah satu bentuk tantangan dalam tahap perkembangan anak dewasa ini yaitu adanya teknologi, terutama penggunaan gawai dan internet. Dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa pada anak-anak di bawah 3 tahun yang terpapar internet, mereka mengalami perlambatan pada perkembangan motorik dan bicara. Hal tersebut terjadi karena anak pada usia di bawah 3 tahun yang biasanya mengembangkan ketrampilan fisik seperti merangkak, menggenggam, berlari, dan lainnya; lebih memilih hanya menggengngam gawai terus-menerus. Selain itu, kecanduan gawai juga menyebabkan ketrampilan sosial anak berkurang karena anak kurang berinteraksi dengan manusia lainnya.
Sumber gambar : philasd
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Kekinian
Pendidikan anak kekinian menghadapi tantangan teknologi yang tidak ada pada masa sebelumnya. Teknologi terutama internet merupakan ancaman dalam pendidikan anak. Anak yang diajarkan dengan baik-baik di sekolah dan rumah bisa saja terpapar konten negatif dunia maya. Apalagi jika terjadi pada anak-anak pada tahap operasional kongkret (7-11 tahun). Mereka bisa jadi langsung mencontoh mentah-mentah tindakan yang mereka lihat di internet. Untuk itu, peran orang tua sangat penting di sini.
Teknologi seyogyanya dimanfaatkan orang tua untuk dapat mendukung pendidikan anak. Lewat teknologi, orang tua dapat memonitor perkembangan pendidikan anak. Orang tua, yang umumnya merupakan generasi tua, seharusnya mengejar ketertinggalannya akan teknologi, sehingga mampu menjadi role model bagi anak zaman now yang kekinian. Jika orang tua ingin anak terpapar konten negatif internet dan bijak bersosial media, maka orang tua harus lebih dahulu mengenal internet.
Sumber gambar : baldwinschool
Beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk mampu mendukung pendidikan anak kekinian :
1. Membatasi penggunaan gawai dan internet pada anak. Bisa dilakukan dengan membatasi penggunaan gawai pada waktu-waktu tertentu. Untuk anak yang lebih kecil, bisa juga menggunakan aplikasi mesin pencarian tertentu khusus untuk anak-anak, sehingga konten-konten yang dikonsumsi anak-anak di dunia maya lebih terkontrol.
Selain itu, orang tua juga harus membatasi penggunaan gawai untuk dirinya. Jika orang tua membatasi penggunaan gawai pada anak, namun orang tua sendiri kecanduan gawai, maka anak me-modelling perilaku orang tua dan menggunakan gawai secara berlebihan. Orang tua sendiri harus bijak dalam penggunaan gawai.
Selain itu, orang tua juga harus membatasi penggunaan gawai untuk dirinya. Jika orang tua membatasi penggunaan gawai pada anak, namun orang tua sendiri kecanduan gawai, maka anak me-modelling perilaku orang tua dan menggunakan gawai secara berlebihan. Orang tua sendiri harus bijak dalam penggunaan gawai.
2. Menggunakan gawai untuk belajar, mencari informasi seputar pengetahuan, belajar soal ujian, dan lainnya.
3. Orang tua dapat berkoordinasi dengan sekolah (wali kelas) dan juga orang tua murid yang lain melalui group percakapan di sosial media tertentu. Orang tua mendapatkan informasi dari sekolah dan orang tua murid yang lain, sehingga orang tua bisa turut aktif dalam pendidikan anak di sekolah.
4. Orang tua bisa membantu sekolah dalam memupuk nilai-nilai yang ingin diajarkan pada anak. Misalnya di sekolah diajarkan bab tentang menabung dan bank, maka orang tua bisa turut serta membantu memperkaya materi dengan mengajak anak mengunjungi bank atau mengajari anak menabung. Hal ini akan meningkatkan pemahaman anak akan topik terkait.
5. Anak dan guru berada dalam satu tim dalam proses pendidikan anak. Guru dapat menjadi model anak di sekolah. Orang tua lah yang menjadi model anak di rumah. Kedua model ini haruslah selaras, sehingga tidak terjadi kebingungan pada anak karena perilaku atau tindakan orang tua yang berbeda.
5. Anak dan guru berada dalam satu tim dalam proses pendidikan anak. Guru dapat menjadi model anak di sekolah. Orang tua lah yang menjadi model anak di rumah. Kedua model ini haruslah selaras, sehingga tidak terjadi kebingungan pada anak karena perilaku atau tindakan orang tua yang berbeda.
Di jaman now, sudah bukan waktunya lagi orang tua berpangku tangan menyerahkan anak sepenuhnya pada sekolah. Tantangan anak-anak zaman now itu banyak. Anak menghabiskan lebih banyak waktunya di rumah. Ingat, anak bisa me-modelling orang tua. Sebagai orang tua, mari turut serta dalam proses belajar anak. Manfaatkan teknologi. Kenali dan hindari dampak negatif teknologi. Demi masa depan anak-anak kita.
Referensi :
Kurniawan, Heru,. 2018. Ingin Anak Rajin Beribadah? Mari Mengaca!. https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4934 (Diakses 14 Agustus 2018).