Kami, tahun 2011
Dulu, 2010, saya dan teman-teman kuliah menulis surat untuk diri kami masing-masing di masa depan. Kami menulisnya bersama-sama. Pada masa itu, kami hanyalah sekelompok orang dewasa awal dengan segudang mimpi dan harapan.
Saya masih ingat, waktu itu sore yang berawan. Kami berkumpul di lapangan rumput depan fakultas, berdoa, dan memasukan surat kami masing-masing ke dalam toples. Ya, toples, karena kami tidak menemukan wadah lain yang lebih awet untuk disimpan dalam waktu lama. Kami pun memasukan toples itu dalam plastik dan menguncinya dengan isolasi agar awet dan tidak mudah terbuka. Kami menguburkan toples itu di rumah teman kami yang berdomisili di Yogya. Kami berjanji untuk berkumpul lagi 10 tahun lagi di Yogya, kota yang menyatukan kami semua, untuk menggali toples itu.
Saya ingat sekali, malam itu saya bersemangat menulis surat untuk diri saya di masa depan. Jujur, saya tidak ingat apa yang saya tuliskan. Entah apa, tapi sepertinya sebuah (atau lebih) mimpi besar. Entah lah. Jujur, saya takut.
Beberapa waktu yang lalu, tiba-tiba grup WA geng jaman kuliah tiba-tiba aktif kembali. Percakapan pertama kami yaitu mengenai si toples waktu. Apakah sekarang waktu yang tepat untuk membuka semua surat-surat dalam toples? Dulu, kami sih berjanji akan membuka surat-surat itu 10 tahun lagi. Tepatnya pada tanggal 1 Januari 2020. Kami semua lega karena masih ada waktu sekitar 3 tahun untuk membuka si surat. Kami tidak siap untuk membuka surat itu sekarang.
Saya tidak siap bukan untuk membaca isi surat yang saya tulis. Saya hanya tidak siap untuk berhadapan dengan diri saya di masa lalu. Saat membaca surat itu, saya pasti berhadapan dengan diri saya 7 tahun lalu. Bagaimana kalau Kiki pada tahun 2010 tahu apa yang terjadi pada Kiki 2017? Sebenarnya, tidak apa-apa jika mimpi hanya menjadi mimpi, jika memang itu pilihan. Seperti saya pada akhirnya tidak ingin lagi menjadi wartawan perang. Meskipun itu mimpi saya jaman SMP-SMA. Tapi bagaimana jika itu bukan pilihan?
Lalu apa yang menjadi pilihan saya? Tinggal dikejar, kan? Sayangnya, apa yang saya pilih itu sulit. Dan jujur saya mulai tidak yakin. Tidak yakin dengan apa yang saya kejar. Tidak yakin dengan diri saya sendiri. Tidak yakin dengan keadaan. Tidak yakin dengan semua hal. I am just unsure about everything in my life.
Saya tidak ingin kembali ke masa lalu. Saya hanya ingin, semua menjadi jelas dan saya bisa maju ke depan. Entah apa yang ada di depan saya. Paling tidak, 3 tahun lagi, saya berharap bisa bertemu diri saya pada tahun 2010 dengan kepala tegak, senyuman, dan kedamaian dalam hati.
Kiki