Kisah ini bermula beberapa ratusan tahun silam pada masa peperangan Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Demak. Pada saat hampir menemui kekalahan ketika berperang melawan Kerajaan Demak, Pangeran Onggolotjo, salah satu putra Raja Brawijaya V dari Majapahit memutuskan untuk melarikan diri dari kejaran tentara Kerajaan Demak. Rombongan Pangeran Onggolotjo tersebut akhirnya sampai ke wilayah tengah pulau Jawa bagian selatan. Di sini, Pangeran Onggolotjo melihat masyarakat yang hidupnya kekurangan air karena wilayah tersebut memiliki tanah kapur yang merupakan bagian dari gunung api purba. Akhirnya, Pangeran Onggolotjo menanam banyak pohon agar menjadi hutan yang dapat menyimpan air untuk digunakan masyarakat sekitar.*
***
Tahun 2009, tim KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari satu universitas di Yogyakarta diterjunkan ke Wanasadi untuk membantu masyarakat mengelola keanekaragaman hayati hutan Wanasadi agar dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Beruntung, saya salah satu mahasiswa yang turut serta dalam tim tersebut.
Hutan Wanasadi secara administratif berada di Dusun Duren dan Dusun Sidorejo, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Hutan Wanasadi yang seluas 23 hektar ini pernah mendapatkan penghargaan sebagai hutan dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia dan pertama di Indonesia.
Hutan Wanasadi merupakan hutan adat yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat yang sakral. Tidak boleh sembarangan di sana. Bahkan masyarakat dilarang menebang pohon di hutan Wanasadi. Masyarakat hanya boleh mengambil kayu yang tumbuh di hutan penyangga yang berada di sekitar hutan. Kisah Pangeran Onggolotjo di atas masih sangat dipercaya masyarakat setempat meskipun belum ada yang tahu kebenaran kisah tersebut. Bahkan, kata Wanasadi pun memiliki makna khusus, 'wana' berarti hutan, sedangkan 'sadi' bermakna sandi atau rahasia. Jadi kata Wanasadi mengandung arti hutan yang memiliki rahasia.
Jalan masuk hutan Wanasadi
Foto : Dokumentasi KKN UGM Unit 1 Tahun 2009
Hutan Wanasadi merupakan hutan yang tumbuh di atas gunung. Untuk menuju pusat hutan, kami harus naik gunung. Pada masa itu, hanya ada satu jalan setapak dengan bantuan batang bambu yang dibentangkan di sepanjang jalan untuk pegangan. Kami, mahasiswa kota yang baru pertama kali naik gunung, butuh waktu 2,5 jam untuk sampai di puncak. Tapi, pemandangan puncaknya sangat luar biasa. Di bagian tengah Hutan Wanasadi, ada sekumpulan pohon Munggur atau Asam Jawa yang berukuran raksasa. Butuh beberapa orang untuk bisa mendekap pohon raksasa itu.
Kumpulan pohon Munggur raksasa di tengah hutan.
Foto : Dokumentasi KKN UGM Unit 1 Tahun 2009
Di bagian puncak hutan, kami bukan hanya terpesona dengan pohon Munggur raksasa, namun juga suasananya. Ada suara-suara monyet dan burung-burung yang menenangkan. Kupu-kupu liar pun beterbangan menambah indahnya pemandangan. Jangan pula lupa anggrek-anggrek hutan yang mendekap mesra pepohonan.
Anggrek hutan merupakan salah satu tanaman yang banyak terdapat di hutan Wanasadi. Salah satu program utama KKN kami ialah introduksi anggrek hutan Wanasadi. Kami sengaja mengambil bibit beberapa anggrek hutan di Wanasadi, menanamnya di desa sampai tumbuh, lalu menanam kembali ke hutan Wanasadi. Sebagian, anggrek hutan tersebut kami berikan kepada warga untuk ditanam dan dipelihara sebagai oleh-oleh apabila ada wisatawan yang berkunjung. Harapannya, keberadaan anggrek hutan ini mampu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Anggrek hutan Wanasadi yang dibudidayakan masyarakat.
Foto : Dokumentasi KKN UGM Unit 1 Tahun 2009
Pada waktu itu, timbul pertanyaan dalam diri kami, kenapa tidak membeli anggrek di pasar saja kemudian ditanam di Wanasadi, lebih gampang dari pada harus mencari di hutan yang merepotkan. Jawabannya, karena introduksi (memasukkan spesies baru ke dalam ekosistem) tidak boleh sembarangan. Anggrek yang dibeli di pasar bisa saja menghancurkan ekosistem lokal dan mematikan anggrek asli Wanasadi. Jika ekosistem rusak atau satu spesies punah, maka akan timbul efek domino lainnya.
Salah satu upaya untuk melakukan introduksi anggrek hutan di Wanasadi.
Foto : Dokumentasi KKN UGM Unit 1 Tahun 2009
Salah satu program lainnya KKN kami ialah desa wisata. Jika mencari di internet dengan kata kunci 'Hutan Wanasadi' akan ada banyak pilihan wisata di Desa Adat Wanasadi. Bahkan sudah ada beberapa rumah yang menyediakan homestay untuk wisatawan yang ingin menikmati alam dan budaya Wanasadi. Jujur, saya senang melihat perkembangan Wanasadi selama 9 tahun ini. Jaman saya KKN dulu, suka miris karena hutannya kaya akan keanekaragaman hayati, tapi masyarakatnya miskin. Masyarakat sekitar Wanasadi kebanyakan hidup bertani dan beternak. Kaum mudanya sebagian besar melakukan urbanisasi ke Jakarta atau Yogyakarta. Sekarang, masyarakat sekitar hutan Wanasadi telah mengembangkan Desa Wisata Wanasadi dengan keberadaan hutan Wanasadi sebagai inti dengan tambahan beberapa kesenian lokal lainnya, misalnya rinding gumbeng, alat musik tiup dari bambu bilah yang konon diajarkan oleh Pangeran Onggolotjo.
Anak-anak memainkan alat musik rinding gumbeng.
Foto : Dokumentasi KKN UGM Unit 1 Tahun 2009
Saya ingat bahwa warga desa sekitar hutan Wanasadi sangat ramah dan baik sekali. Karena kami KKN pada waktu ramadhan, hampir tiap malam kami mendapat undangan untuk berbuka puasa di rumah warga. Mereka percaya, jika mereka memberi makan dan menolong anak-anak yang jauh dari orang tua, anak-anak mereka yang jauh pun akan ada yang memberi makan dan menolong jika mengalami kesulitan. Bahkan saya pernah, kesasar di sawah dan akhirnya membantu seorang bapak dan ibu memanen kacang tanah. Sorenya, satu bakul kacang rebus diantar ke pondokan. :)
Hal paling menonjol dari wilayah sekitar Wanasadi yang berbeda dari wilayah lainnya di Gunung Kidul yaitu wilayah Wanasadi tidak pernah kekurangan air. Bahkan di musim kemarau. Dulu, jika air tidak mengalir, berarti pipa saluran air tersumbat oleh daun-daun kering yang jatuh. Jadi, tiap 3 hari sekali, kami harus mengecek saluran air dari pipa yang dibentangkan di Wanasadi, menyusurinya, mencari bagian mana yang bocor atau tersumbat, sampai ke rumah pondokan kami. Masyarakat sekitar hutan memang sangat bergantung sekali dengan hutan Wanasadi untuk ketersediaan air.
Pemandangan Gunung Kidul dari hutan Wanasadi.
Foto : Dokumentasi KKN UGM Unit 1 Tahun 2009
Masyarakat menjaga kearifan ekologis hutan Wanasadi melalui ritual mistis. Selain masih menghidupkan legenda Pangeran Onggolotjo di atas, masyarakat juga mengadakan beberapa ritual seperti nyadranan di hutan Wanasadi. Masyarakat juga percaya bahwa merusak atau mengambil sesuatu dari hutan tanpa bertanggung jawab akan menimbulkan petaka bagi dirinya. Akhirnya masyarakat hidup seimbang dengan alam. Pandangan masyarakat setempat terhadap hutan yaitu sebagai penyedia air, pelestari mata air, melindungi dari erosi, menjaga agar udara tetap sejuk, serta mendukung konservasi alam.
Selain manfaat konservasi, keberadaan Wanasadi pun mampu meningkatkan perekonomian warga dengan adanya Desa Wisata Adat Wanasadi. Hutan Wanasadi mampu menarik wisatawan yang ingin menikmati kesunyian desa pinggir hutan, penikmat budaya dan kesenian daerah, maupun petualang yang ingin menjelajahi hutan.
Hutan Wanasadi juga mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan pada dunia terutama dalam bidang ilmu Biologi. Hutan Wanasadi merupakan salah satu laboratorium keanekaragaman hayati yang luar biasa dan penting bagi para ahli Biologi.
Jadi, pepohonan yang ditanam ratusan tahun silam masih sangat berguna sampai saat ini. Hutan Wanasadi sangat bermanfaat bukan hanya untuk konservasi sumber daya alam, namun juga mampu menjaga kehidupan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, hutan Wanasadi juga menyumbang oksigen dan sumber ilmu pengetahuan bagi masyarakat dunia.
Hutan Wanasadi juga mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan pada dunia terutama dalam bidang ilmu Biologi. Hutan Wanasadi merupakan salah satu laboratorium keanekaragaman hayati yang luar biasa dan penting bagi para ahli Biologi.
Jadi, pepohonan yang ditanam ratusan tahun silam masih sangat berguna sampai saat ini. Hutan Wanasadi sangat bermanfaat bukan hanya untuk konservasi sumber daya alam, namun juga mampu menjaga kehidupan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, hutan Wanasadi juga menyumbang oksigen dan sumber ilmu pengetahuan bagi masyarakat dunia.
*legenda yang diceritakan turun-temurun mengenai asal-usul hutan Wanasadi dan dipercayai oleh masyarakat setempat.
#CeritaDariHutan
#CeritaDariHutan
0 comments